29 Jan 2015

Hari Kusta Sedunia 2015 : Kusta Bisa Disembuhkan



Setiap tahun, Hari Kusta Sedunia  diperingati setiap hari Minggu pada pekan terakhir bulan Januari. Peringatan ini selalu dijadikan momentum untuk mengingatkan bahwa Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) memerlukan perhatian seluruh masyarakat. Tahun ini, Hari Kusta Sedunia jatuh pada 25 Januari 2015. Tema Hari Kusta Sedunia tahun 2015 adalah Hilangkan Stigma! Kusta dapat disembuhkan dengan Tuntas.

Puncak peringatan Hari Kusta Sedunia diselenggarakan di Kantor Kemenkes RI, Jakarta (26/1). Pada kesempatan tersebut, Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), membacakan Resolusi Jakarta. Hadir pula pada puncak peringatan tersebut, WHO Representative to Indonesia, Dr. Kanchit Limpakarnjanarat; The President of International Federation of Anti-Leprosy Associations (ILEP), Jan Van Berkel; dan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI, dr. H.M. Subuh, MPPM.

Resolusi Jakarta yang ditawarkan memuat tiga pendekatan, yaitu: 1) Dengan memahami, maka masyarakat berani bergaul dengan OYPMK; 2) Dengan memahami, keluarga dan tokoh masyarakat dapat peduli untuk mengajak penderita kusta ke puskesmas; 3) Dengan memahami, maka tenaga kesehatan akan melayani semua pasien dengan penuh kasih sayang dan tidak diskriminatif. Resolusi tersebut telah disepakati para ahli, akademisi, dan perwakilan lembaga sosial masyarakat (LSM) baik nasional dan internasional, dalam pertemuan mengenai kusta yang digelar satu hari sebelum puncak peringatan kusta diselenggarakan (25/1).

Resolusi ini dapat digunakan bagi penghilangan stigma dan diskriminasi bagi semua negara yang memiliki masalah terkait dengan hal tersebut, ujar Menkes.

Kusta di Indonesia

Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu negara dengan beban penyakit kusta yang tinggi. Pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah India dan Brazil. Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus dan jumlah kecacatan tingkat 2 di antara penderita baru sebanyak 9,86% (WHO, 2013). Penyakit kusta merupakan salah satu dari delapan penyakit terabaikan atau Neglected Tropical Disease (NTD) yang masih ada di Indonesia, yaitu Filaria, Kusta, Frambusia, Dengue, Helminthiasis, Schistosomiasis, Rabies dan Taeniasis.

Indonesia sudah mengalami kemajuan yang pesat dalam pembangunan di segala bidang termasuk kesehatan, namun kusta sebagai penyakit kuno masih ditemukan. Hingga kini, kusta seringkali terabaikan, kata Menkes.

Meskipun kusta tidak secara langsung termasuk ke dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), namun terkait erat dengan lingkungan yaitu sanitasi. Penggunaan air bersih dan sanitasi akan sangat membantu penurunan angka kejadian penyakit NTD.

Beban akibat penyakit kusta bukan hanya karena masih tingginya jumlah kasus yang ditemukan tetapi juga kecacatan yang diakibatkannya, jelas Menkes.

Pada tahun 2000, Indonesia sudah mencapai eliminasi di tingkat nasional. Namun saat ini, masih ada 14 propinsi yang mempunyai beban tinggi yaitu Banten, Sulteng, Aceh, Sultra, Jatim, Sulsel, Sulbar, Sulut, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat dan Kalimantan Utara.

Sesuai dengan peta jalan penanggulangan Kusta, ditargetkan ke 14 propinsi tersebut akan eliminasi di tahun 2019, tutur Menkes.


Stigma terhadap Kusta

Hingga saat ini, masalah kusta di Indonesia masih sarat dengan stigma, sehingga masih menyulitkan dalam pencarian kasus kusta dan tatalaksana yang tepat. Padahal sebenarnya penyakit kusta dapat disembuhkan tuntas tanpa penampilan yang menakutkan dan kecacatan.

Kusta yang ditemukan sedini mungkin dengan pengobatan yang cepat dan tepat dapat disembuhkan dengan meminimalisasi kecacatan. Namun, apabila terlambat ditemukan dan diobati dapat menimbulkan kecacatan permanen.

Kecacatan yang terlihat pada penderita kusta seringkali tampak menyeramkan sehingga menyebabkan perasaan ketakutan yang berlebihan terhadap penderita itu sendiri atau lepraphobia, terang Menkes.

Meskipun penderita kusta telah menyelesaikan rangkaian terapi dengan minum obat atau release from treatment (RFT), status predikat kusta tetap melekat pada dirinya seumur hidup. Status predikat inilah yang menjadi dasar permasalahan psikologis pada penderita. Penderita merasa kecewa, takut, dan duka yang mendalam terhadap keadaan dirinya, tidak percaya diri, malu, merasa diri tidak berharga dan berguna dan kekhawatiran akan dikucilkan (self stigma). Selain itu, opini masyarakat (stigma) juga menyebabkan penderita kusta dan keluarganya dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat.

Stigma dan diskriminasi dapat dialami oleh penderita dan OYPMK dalam bentuk penolakan di sekolah, di tempat kerja, dan dalam kesempatan mendapatkan pekerjaan. OYPMK utamanya  yang memiliki kecacatan sangat bergantung baik secara fisik maupun finansial kepada orang lain, dan pada akhirnya berujung pada kemiskinan.

Masalah yang bisa ditimbulkan dari penyakit kusta, bukan saja masalah medis tetapi juga masalah sosial, ekonomi dan pendidikan, tandas Menkes.

Menkes menegaskan bahwa dalam upaya menghilangkan stigma dan diskriminasi, dibutuhkan motivasi dan komitmen yang kuat baik dari penderita maupun masyarakat. Penderita diharapkan dapat merubah pola pikirnya agar dapat berdaya dalam menolong dirinya sendiri bahkan orang lain. Dan masyarakat diharapkan dapat mengubah pandangannya serta membantu penderita maupun OYPMK agar tetap sehat dan mampu menjaga kesehatannya secara mandiri.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan email kontak[at]depkes[dot]go[dot]id

28 Jan 2015

Hari Gizi Nasional 2015 : Prevalensi Gizi Kurang pada Balita 19,6 Persen



Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam permasalahan gizi. Data Global Nutrition Report (2014) menyebutkan bahwa Indonesia termasuk negara yang memiliki masalah gizi yang kompleks. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya prevalensi stunting, prevalensi wasting, dan permasalahan gizi lebih.

Mengutip data Riskesdas 2013, prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2sd 17="" 18="" 19="" 2013="" apabila="" beberapa="" berkaitan="" dan="" dari="" dengan="" dikatakan="" erat="" faktor="" fluktuatif="" gambaran="" kini="" kondisi="" kronis.="" lagi="" laki-laki="" lingkar="" memberikan="" memiliki="" meningkat="" menjadi="" menurun="" merupakan="" obesitas="" penyakit="" persen="" perut="" risiko="" sebagai="" sentral="" tahun="" yang="">90 cm, atau perempuan dengan lingkar perut >80 cm. Secara nasional, prevalensi obesitas sentral adalah 26.6 persen, lebih tinggi dari prevalensi pada tahun 2007 (18,8%). Selanjutnya, masalah stunting atau pendek pada Balita ditunjukkan dengan angka nasional 37,2 persen.

Masalah gizi memiliki dampak yang luas, tidak saja terhadap kesakitan, kecacatan, dan kematian, tetapi juga terhadap pembentukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dengan produktifitas optimal. Kualitas anak ditentukan sejak terjadinya konsepsi hingga masa Balita. Kecukupan gizi ibu selama hamil hingga anak berusia di bawah 5 tahun serta pola pengasuhan yang tepat akan memberikan kontribusi nyata dalam mencetak generasi unggul.

Guna menanggulangi permasalahan gizi di Indonesia, diperlukan dukungan seluruh lapisan masyarakat dan lintas sektor. Hal ini dilatarbelakangi bahwa permasalahan gizi tidak hanya berhubungan dengan kesehatan saja. Namun, lebih luas daripada itu, maslaah gizi dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti ekonomi, sosial, budaya, pola pengasuhan, pendidikan juga lingkungan.

Hal ini jelas menjadi tantangan besar mengingat salah satu fokus utama Pemerintah adalah peningkatan sumber daya manusia Indonesia. Untuk itu, sejalan dengan upaya Pemerintah melalui Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi sebagai wujud komitmen pemerintah untuk memerangi masalah gizi, sekaligus untuk menggalang kepedulian dan meningkatkan komitmen dari berbagai pihak, setiap tanggal 25 Januari setiap tahun diperingati sebagai Hari Gizi nasional (HGN). Tahun ini, HGN 2015 mengangkat tema Bersama Membangun Gizi Menuju Bangsa Sehat Berprestasi.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, dan alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id

14 Jan 2015

Hujan Deras, 13.054 Rumah di Pandeglang Terendam Banjir

HUJAN dengan intensitas tinggi terus mengguyur Pandeglang, Banten selama beberapa hari terakhir. Akibatnya, sejumlah kawasan pun direndam banjir.

Dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Selasa (14/1/2015) ada beberapa wilayah dalam 12 desa di Kecamatan Panimbang, Pandeglang kebanjiran karena meluapnya sungai Cilember.

"Tercatat 13.054 rumah terendam banjir, sehingga 21.358 jiwa terdampak banjir. Pendataan jumlah pengungsi masih dilakukan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.

Sutopo menjelaskan, BNPB Pandeglang sudah mendirikan posko darurat dan menyalurkan sejumlah bantuan logistik bagi korban. Banjir sudah melanda kawasan ini setiap tahunnya.

"Selain karena faktor alam yang memang menyebabkan banjir yaitu topografinya yang cekung, juga disebabkan berkembangnya wilayah tersebut menjadi kawasan pemukiman dan pertanian. Sehingga rentan banjir," lanjutnya.

"Degradasi lahan dan sungai juga makin menyebabkan banjir makin meningkat," terang Sutopo.

Berikut daerah yang terkena dampak banjir menurut catatan BNPB:

1. Desa Panimbang Jaya yang merendam 4.926 rumah
2. Desa Mekarjaya yang merendam 178 rumah
3. Kampung Leuwigede yang merendam 235 rumah
4. Kampung Leuwimuja yang merendam 2 rumah
5. Kampung Cikocang yang merendam 217 rumah
6. Desa Umbulan yang merendam 48 rumah
7. Desa Rancaseneng yang merendam 118 rumah

SUMBER : DETIK.COM

13 Jan 2015

Ini Profil Sekretaris Dinkes Pandeglang Didi Mulyadi

DR. H. Didi Mulyadi, SKM, M.Kes

BAGI  Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Pandeglang  DR. H. Didi Mulyadi, SKM, M.Kes, jabatan merupakan amanah dan tanggung jawab. Oleh karena itu, jika diberi amanah baru, dimanapun ditempatkan, maka harus dijalankan dengan sungguh-sungguh dan  penuh tanggung jawab.
“Tentu harus siap ditugaskan dimana saja, sesuai penugasan pimpinan,” ujar DR. H. Didi Mulyadi, SKM, M.Kes usai melakukan serah terima jabatan (Sertijab) Sekretaris Dinkes Pandeglang menggantikan sekretaris lama dr. Hj. Asmani Raneyanti, Selasa (6/1/2015).
Namun demikian, perawat senior  yang aktif didunia pendidikan dan kesehatan ini mengaku dia membutuhkan dukungan semua pihak untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagai Sekretaris Dinkes Pandeglang.
"Jabatan ini amanah baru, mohon do’anya ya dari semua, biar bisa melaksanakan tugas dengan baik,” kata Ketua PPNI Pandeglang periode 2006-2012 itu.
Nama Didi Mulyadi memang bukan orang baru di jajaran kesehatan. Bahkan ia tercatat sebagai satu-satunya perawat di Kabupaten Pandeglang yang memiliki gelar akademis doktor  (S-3).  Didi Mulyadi berhasil mendapatkan gelar akademik S3 bidang pendidikan dari salah satu perguruan tinggi di Bandung pada awal 2013 lalu.
Sebelumnya, Mantan  Kepala Puskesmas Menes tersebut, telah meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) jurusan pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku, serta S-2 Magister Kesehatan (M.Kes) di Universitas Indonesia (UI) jurusan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK).
Saat ini dia tercatat sebagai Pemilik Klinik Diva di Kawasan Menes - Pandeglang dan beliau pun pernah menjabat delapan tahun sebagai Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKes) Universitas Matla’ul Anwar Banten.

12 Jan 2015

Jabatan Sekretaris Dinkes Pandeglang Disertijabkan

Sekretaris lama Hj. Asmani Raneyanti, Sekretaris Baru H. Didi Mulyadi
JABATAN Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Pandeglang diserahterimakan jabatan (Sertijab) dari dr. Hj. Asmani Raneyanti, MHA kepada DR. H. Didi Mulyadi, SKM, M.Kes selaku Sekretaris Dinkes Pandeglang di Aula Dinkes Pandeglang, Selasa (6/1/2014) belum lama ini.
Sertijab Sekretaris yang baru dilantik Bupati Pandeglang H. Erwan Kurtubi pada 31 Desember 2014 lalu itu, disaksikan Kadinkes Pandeglang H. Deden Kuswan dan sejumlah pejabat dilingkungan Dinkes Pandeglang,
Dalam sambutannya, H. Deden Kuswan mengucapkan terima kasih atas dedikasi dr. Hj. Asmani Renayanti selama menjadi Sekretaris Dinkes Pandeglang. “Saya sangat berterima kasih sekali atas dedikasi dan loyalitas Sekretaris lama selama menjalankan tugas dan fungsinya, dan selamat datang kepada Sekretaris yang baru,” ucapnya.
Deden menambahkan, berpindah tugas ataupun menduduki jabatan yang baru merupakan suatu hal yang biasa di dalam sebuah organisasi. “Yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapinya dengan bijak dan menjadikan sebuah semangat untuk menjadi yang terbaik”, pesan Deden.
Asmani mengatakan, dirinya yakin di bawah Sekretaris baru tersebut, akan membawa Dinkes menjadi lebih maju, karena Didi Mulyadi bukan orang baru di jajaran kesehatan.
"Saya yakin terhadap sekretaris baru ini, selain bisa lebih bekerja sama dengan Kepala Dinas, juga dapat melanjutkan program kegiatan sekretaris yang telah ada selama ini,” ujar Asmani yang kini menjabat sebagai Sekretaris Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Pandeglang.
Sementara itu, Didi Mulyadi, yang juga mantan Sekretaris Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertran) Kabupaten Pandeglang ini mengaku akan menjalankan tugas yang dipercayakan kepadanya sebaik mungkin. “Satu kehormatan dan penghargaan bisa dipercayakan memegang jabatan Sekretaris Dinkes, tentu saya akan menjalankan tugas dan fungsi semaksimal mungkin,” imbuhnya.***