DERAJAT Kesehatan perempuan khususnya ibu-ibu, terutama yang terkait dengan masalah kesehatan reproduksi harus diakui masih menjadi masalah krusial yang dihadapi oleh Kaum Hawa di Pandeglang.
Berbagai faktor penyebab diantaranya status pernikahan, tingkat pendidikan, nutrisi, kebiasaan merokok, pengetahuan dan perilaku sehat dalam kehidupan seksual serta posisi tawar perempuan yang belum setara sehingga kebanyakan perempuan belum sepenuhnya mampu mandiri dalam memutuskan hak-hak reproduksinya
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) H. Iskandar seusai mengikuti Upacara Peringatan Hari Kartini di Alun-alun Kota Pandeglang, Rabu (20/4).
Dia menyatakan, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, pernikahan dini dan eksperimentasi seksual pada usia dini merupakan masalah yang kini marak terjadi.
Untuk itu, pihaknya terus mengupayakan dan lebih pro-aktif dalam menangani program-program yang terkait tentang kebutuhan kesehatan remaja dan kaum muda, terutama remaja putri setingkat sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan siswa SLTA melalui wadah kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Iskandar juga menyoroti soal perilaku sehat dalam kehidupan seksual perempuan saat ini yang terbilang rendah. Akibatnya, banyak perempuan maupun para ibu rumah tangga rentan tertular penyakit menular seksual (PMS) seperti HIV/AIDS.
“Kerentanan perempuan terhadap HIV/AIDS lebih banyak disebabkan ketimpangan gender yang berdampak pada ketidakmampuan perempuan mengontrol perilaku seksual dari suami serta kurangnya akses terhadap pelayanan pengobatan penderita,” ungkapnya.
Dijelaskan, kurangnya pemahaman konsep gender dalam keluarga membuat posisi tawar perempuan sangat rendah dalam pengambilan berbagai keputusan termasuk aspek kesehatan reproduksi dan akses pelayanan kesehatan secara umum.
“Stigma masyarakat selama ini menganggap bahwa HIV/AIDS hanya dialami perempuan penjaja seks komersial (PSK) tidak benar karena perempuan yang tidak berperilaku berisiko juga dapat terinfeksi HIV yang ditularkan suami yang suka ‘jajan’, ujarnya.
Ditegaskan Iskandar, bila kesetaraan gender dalam keluarga dan masyarakat bisa diterapkan, hal itu dapat mengeliminasi kerentanan perempuan terhadap HIV/AIDS.
”Bila kesetaraan gender terjadi antara laki-laki dan perempuan, maka perempuan dapat membuat keputusan sendiri mengenai aktifitas seksualitasnya. Banyak perempuan menjadi rentan karena perilaku berisiko dari orang-orang terdekatnya. Disinilah pentingnya meningkatkan “Bargaining Power” (posisi tawar red) seorang perempuan sehingga mampu mandiri dalam memutuskan hak-hak reproduksinya”, pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar