MENJADI teladan merupakan proses kerja dedikasi dan perjalanan panjang bagi seorang tenaga kesehatan terutama bidan. Kondisi itu dirasakan Bidan Desa Sukajadi Kecamatan Cibaliung Hj. Iyot Sa’diyah, AMKeb yang dinobatkkan menjadi Bidan Teladan tingkat Kabupaten Pandeglang 2010, Bidan teladan I tingkat Provinsi Banten hingga berkesempatan mengikuti acara Puncak Peringatan 17 Agustus 2010 bersama Presiden dan Menteri Kesehatan RI.
Berkat keuletan dan dedikasinya melayani masyarakat, Perempuan kelahiran Kecamatan Cibaliung 37 tahun lalu itu sejak 2 November 2010 dipercaya menjadi Kepala Puskesmas Cibitung dan menjadi salah satu dari 16 perempuan di jajaran kesehatan yang menduduki jabatan esselon IV.
Lalu apa yang menjadi andalan dalam meraih teladan Banten 2010 dan menjadi nominasi teladan tingkat nasional?. Menurut mantan Bidan Desa Sukajadi Kecamatan Cibaliung Hj. Iyot Sa’diyah yang disambangi terkait Peringatan Hari Kartini 2011, kiat sukses menjadi bidan desa bukan pada profesi bidan tapi kemampuan seorang bidan menyesuaikan dengan karakter masyarakat dan budaya setempat. Oleh karena itu, kata Ibu beranak tiga ini, bidan desa harus memegang prinsip kemitraan dan kesetaraan dengan mitra yang lebih dulu eksis di desa yakni Paraji (dukun beranak red). “Bidan juga harus menghadapi tantangan berat, karena harus mampu bekerja sama dengan lintas sektoral di desa dan tingkat kecamatan,” tuturnya.
Beruntung, Iyot adalah warga asli Cibaliung dan memiliki kedekatan dengan orang tua yang adalah seorang tokoh masyarakat/tokoh agama setempat. Namun, bagi bidan pendatang, sesungguhnya tokoh setempat bisa didekati dan diyakini mau bekerjasama mengingat tugas bidan melayani kesehatan masyarakat.
Iyot menjelaskan, tantangan bidan desa sebagai Kartini modern sangat-saangat berat. Selain harus memberdayakan masyarakat sejalan dengan cita-cita RA Kartini, bidan desa dituntut pro aktif memberikan pelayanan kepada ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas dan anak baru lahir selama 24 jam.
Bagi Iyot yang telah bertugas hampir 20 tahun itu, penting untuk merancang metode komunikasi informasi dan edukasi (KIE) yang sesuai dengan bahasa setempat. Salah satu yang telah dirintisnya yakni mengembangkan proses belajar mengajar dengan metode kelas ibu berbasis ibu hamil. “Kami menyebutnya kegiatan ‘Kelas Ibu Hamil’ yaitu sekelompok ibu hamil yang mengikuti proses belajar mengajar dengan menggunakan lembar balik dan buku panduan kesehatan ibu dan anak. Setiap kelompok berjumlah 10-15 orang dengan seorang fasilitator bidan. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil dalam proses kehamilan, persalinan sampai setelah melahirkan,” jelas Iyot.
Ditambahkan, Kelas Ibu Hamil merupakan metode penyuluhan inovasi yang dilakukan guna menekan angka kematian ibu dan bayinya saat melahirkan. “Selain akses pelayanan kebidanan yang mudah terjangkau, pengetahuan ibu tentang proses kehamilan dan resiko persalinan sangat penting dalam pemberdayaan kesehatan ibu dan anak,” katanya.
Di hari Kartini 21 April 2011, Iyot sebagai putra daerah berharap para Bidan dan kaum perempuan disemua lapangan pekerjaan untuk berkiprah secara profesional melayani sesama kaum perempuan. Hal itu mengingat kondisi perempuan khususnya dipedesaan saat ini masih membutuhkan akses pelayanan yang lebih memadai.