21 Apr 2011

Dinkes Pandeglang Galang Kerja Sama Kemitraan Dengan 13 lembaga Pendidikan Nakes


PROGRAM kegiatan kemitraan dan kerja sama praktek kerja lapangan (PKL) dengan berbagai kalangan mahasiswa dari institusi pendidikan terasa banyak manfaatnya. Tidak saja bagi dinas kesehatan (dinkes) Pandeglang karena tenaga kesehatan terus mendapat informasi pengetahuan dan teknologi kesehatan terbaru hingga percepatan peningkatan cakupan program. Namun, lebih dari itu, menguntungkan masyarakat di lokasi PKL  karena warga setempat diberdayakan.

Sehingga dengan demikian, Kata kepala Seksi Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan Dinkes Pandeglang Ratu Tanti Darmiasih diharapkan PKL para mahasiswa lebih mendorong peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan plus adanya alih pengetahuan kesehatan kepada masyarakat.

Dijelaskan Tanti, kemitraan dengan institusi pendidikan tenaga kesehatan yang dirintis seksi Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan sejak Januari 2010 hingga April 2011 berhasil merangkul 13 lembaga pendidikan bekerja sama menyediakan lahan praktek kerja lapangan (PKL) sekaligus melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat.

Dari 23 gelombang kegiatan yang telah dilaksanakan, sambung Ratu Tanti, jenis PKL terbanyak yang dilakukan yakni  Asuhan Keperawatan dan Kebidanan Komunitas yang biasanya dilaksanakan ditingkat desa, maupun Praktikum klinik kebidanan yang ditempatkan di puskesmas-puskesmas.“Tahun 2010 lalu tidak kurang dari 740 mahasiswa dari wilayah Banten, Jakarta dan Jawa Barat kita fasilitasi untuk pendidikan praktek lapangan di Puskesmas-Puskesmas sampai ke desa-desa di wilayah Pandeglang,” ungkap Ratu Tanti.

Ditambahkan Tanti, sejumlah institusi pendidikan yang sudah dan sedang melakukan PKL di wilayah Pandeglang yaitu Poltekes Bandung Prodi Kebidanan Rangkasbitung, Akbid Muhammadiyah RS Islam Jakarta, Akbid Pelita Persada Jakarta, Akbid Budi kemulyaan Jakarta, Akbid Latansa Mashiro Rangkasbitung, Universitas Indonesia Depok Jabar, Akbid Salsabila Cilegon, Akbid Bhakti Purna Husada Serang, STIKes Faletehan Serang, dan Akbid Pelni Jakarta. 


Merindukan Sosok dan Sepak Terjang Pejuang Kartini di Banten

Door Duistermis tox Licht”, yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”, itulah nama judul buku kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang dikirimkan ke sahabatnya di negeri Belanada bernama Mr.J.H Abendanon. Surat-surat tersebut, kemudian menjadi bukti, betapa besar keinginan seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya.
 
Saat itu, seorang wanita tidak punya keberanian melawan keinginan orang tuanya untuk dinikahkan, selain pilihan orang tua. Mungkin saat ini, situasi seperti ini tidak akan pernah ditemukan lagi. Apalagi di Propinsi Banten, dimana Gubernur Banten merupakan sosok perempuan pertama di Indonesia yang menduduki posisi strategis di eksekutif. Selain banyak anggota legislatif di setiap tingkatan DPR RI, DPRD Propinsi atau Kabupaten, karena dalam UU No 27 Kedudukan DPR, DPRD disebutkan kuota perempuan 30 persen.
 
Buku Kartini menjadi pendorong semangat para wanita Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya. Perjuangan tersebut, tidaklah hanya tertulis di atas kertas, tapi dibuktikan oleh Kartini dengan mendirikan sekolah gratis tidak hanya untuk perempuan tapi juga laki-laki di daerah Jepara dan Rembang.
 
Sekarang ini, dengan program pemerintah Sembilan Tahun Wajib belajar dan sekolah Sembilan tahun sudah digratiskan, tapi ternyata dalam pelaksanaannya masih ada saja, dimana sekolah SD atapun SMP yang memungut biaya untuk siswa-siswinya. Sungguh perbuatan yang kurang terpuji kalau memang sampai hari ini masih ada saja yang melakukan hal pemungutan biaya.

Kembali pada perjuangan Kartini, Dia mampu membuka penglihatan kaum perempuan di berbagai daerah lain. Sejak itu, sekolah-sekolah wanita lahir dan bertumbuhan di berbagai pelosok negeri. Wanita Indonesia pun telah lahir menjadi manusia seutuhnya.
 
Di era tersebut, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita Indonesia belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh atau suami sendiri, dan lain sebagainya.
 
Saat ini, Banten membutuhkan sosok pejuang-pejuang Kartini Baru untuk dapat memperjuangkan dan memajukan daerah Banten yang dekat dengan Ibukota Jakarta. Banten sebagai Propinsi ke 33 yang umurnya baru Sembilan tahun berjalan jelas sekali perlu didorong untuk terus memberi ruang gerak pada perempuan agar bisa lebih eksis di mata nasional dan internasional.
 
Seperti halnya Raden Ajeng Kartini atau sering biasa disebut dengan RA Kartni, yang lahir tahun 1879 di kota Rembang. Merupakan seorang bangsawan yang taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar, ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Lantas dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan
 
Situasi seperti ini tidak membuat surut perjuangannya, lantas menentang walau tak berani karena takut dianggap anak yang durhaka pada orang tuanya. Dalam menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lain yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).
 
Selanjutnya, kegiatan membaca menjadi kegemaran setiap harinya, tiada hari tanpa membaca. Berbagai buku, surat kabar dan buku lainnya dibaca. Kalau ada kesulitan memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, selalu ditanyakan pada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia).
 
Saat inilah timbul keinginan dalam memajukan wanita yang ada di Indonesia. Menurutnya, wanita tidak harus didapur, tapi juga harus mempunyai ilmu. Sejak itu, mulailah dikumpulkan teman wanitanya untuk diajarkan menulis, ilmu pengetahuan lainnya. Dalam kesibukannya, tidak henti-hentinya membaca dan menulis surat dengan temannya yang ada di negeri Belanda. Kemudian, menulis surat pada Mr.J.H Abendanon untuk diberikan beasiswa belajar di negeri Belanda.
 
Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkannya. karena dinikahkan dengan Raden Adipati Joyodiningrat oleh kedua orangtuanya. Setelah menikah, kemudian ikut suami ke Rembang. Suaminya mengerti dan ikut mendukung Kartini mendirikan sekolah wanita. Berkat kegigihannya, kemudian berhasil mendirikan Sekolah Wanita di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah-daerah lain. Nama sekolah itu disebut “Sekolah Kartini”. Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, bahkan lebih santun dan menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.
 
Pada tanggal 17 September 1904, Kartini meninggal dunia dalam usianya yang ke-25 (1879-1904), setelah ia melahirkan putra pertamanya. Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Sosok Dewi Sartika 
Terlepas dari pro kontra, sejarah bangsa Indonesia banyak mengenal nama pahlawan wanita seperti Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya.
 
Mereka berjuang di daerah, pada waktu, dan dengan cara yang berbeda. Ada yang berjuang di Aceh, Jawa, Maluku, Menado dan lainnya. Ada yang berjuang pada zaman penjajahan Belanda, pada zaman penjajahan Jepang, atau setelah kemerdekaan. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang melalui pendidikan, ada yang melalui organisasi maupun cara lainnya. Mereka semua adalah pejuang-pejuang bangsa, pahlawan-pahlawan bangsa yang patut dihormati dan teladani.
 
Selain Kartini, ada pejuang wanita lain yang berasal dari Jawa Barat yaitu Dewi Sartika. Lahir 4 Desember 1887 – meninggal di Tasikmalaya, 11 September 1947. Menjadi Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966.
 
Dewi Sartika dilahirkan dari keluarga bangsawan Sunda, Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara. Beliau merupakan merupakan keturunan Raden Aria Adipati Wiranatakusumah VI, cucu dari ‘the founding father’ Bandung. Tujuh tahun setelah Uwi (panggilan Dewi Sartika) lahir, Rangga Somanagara dilantik menjadi Patih Bandung.
 
Dewi Sartika telah berhasil membangun sekolah perempuan, sebuah impian yang tidak pernah tercapai oleh Kartini semasa hidupnya. Dengan kegigihan perjuangan Dewi Sartika, ia berhasil mendirikan Sekolah Isteri pada tahun 1904 (tahun wafat Kartini). Sekolah Kaoetamaan Isteri berkembang pesat, pada tahun 1912 ada sembilan sekolah di berbagai tempat di Pasundan seperti Sumedang, Ciamis, Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, Cianjur, dan Kuningan. Sedangkan Sekolah Kartini baru didirikan 11 tahun setelah kematiannya, itu pun atas usaha dan kerja keras Roekmini dan Kardinah (adik-adik Kartini).
 
Pemikiran Dewi Sartika luar biasa, tidak kalah pentingnya dengan Kartini. Dewi Sartika melawan feodalisme yang terjadi pada masaanya. Peran Dewi Sartika amat besar dalam upaya membuat perempuan melek ilmu pengetahuan, tidak sebatas keterampilan tetapi juga politik dan umum. Kita mungkin bertanya mengapa tidak ada Hari Dewi Sartika seperti yang diusulkan keluarganya.
 
Dewi Sartika pun tidak terjebak pada poligami yang lumrah dilakukan perempuan pada waktu itu. Dia bukan hanya memilih untuk tidak menjadi bagian dari poligami, tetapi juga memilih menyuarakan hal itu sebagai satu hal yang harus dihapuskan dari masyarakat. Bahkan keluarganya dibuang karena tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Berbeda dengan Kartini yang justru bekerja sama dengan Belanda,
 
Ada banyak persamaan antara Kartini dan Dewi Sartika. Keduanya muncul dari keluarga bangsawan. Sama-sama peduli terhadap pendidikan, terutama pendidikan terhadap perempuan. Lalu mengapa Kartini lebih populer dibanding Dewi Sartika? Paling tidak ada dua alas an yangmenggarisbawahi perjuangan mereka, yaitu Kartini lebih ‘go international’ dengan aktivitas surat-menyurat dengan teman-teman pena dari Belanda, kedua Kartini mendapat ‘dukungan’ dari pemerintah Belanda. Banyak pihak menganggap bahwa ayah Dewi Sartika tidak loyal terhadap pemerintah Hindia Belanda.
 
Seperti halnya Kartini dan Dewi Sartika, memang banyak pejuang yang lahir karena situasi yang melanda saat itu, tetapi di era seperti sekarang ini, maka pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia harus bisa dapat diciptakan melalu rekayasa social yang ahirnya dapat memunculkan pahlawan atau pejuag-pejuang baru yang bisa memperjuangakan nasib masyarakat kecil yang hidupnya seringkali kembang kempis untuk menjalani kehidupan kesehariannya. (sumber: http://www.facebook.com/notes.php?id=352221732554)

Penulis: H. Taufiqurokhman, S.Sos, M.Si











Wakil Ketua Komisi V DPRD Propinsi Banten

20 Apr 2011

Refleksi Cita-Cita RA Kartini Memperjuangkan Emansipasi

                          MOMENTUM Hari Kartini yang jatuh setiap 21 April mengingatkan kembali jasa-jasa RA. Kartini dalam memajukan kaum wanita, utamanya dalam soal kesetaraan dalam mendapatkan pendidikan. Karena Kartini lah, sekarang perempuan Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang layak setara dengan laki-laki. Namun sedikit yang mengetahui bahwa RA Kartini Sang Pahlawan Nasional ini meninggal beberapa saat setelah melahirkan anak. Sejarah mencatat Kartini meninggal pada usia 25 tahun karena terlambat mendapat pertolongan yang memadai pasca persalinan.

Soal emansipasi seperti yang diperjuangkan RA Kartini, menurut penilaian Direktur RSUD Berkah Pandeglang, dr. Hj. Susi Badrayanti,, kesetaraan gender kerap dianggap hanya masalah perempuan, walaupun sebenarnya harus laki-laki yang memulai. “Jika perempuan tak masalah  diminta sekolah tinggi atau punya jabatan, tapi apakah laki-laki bisa legowo dengan itu?,” kata Susi mempertanyakan.

Diapun menilai pemahaman kodrat sering dijadikan alasan kaum Adam untuk merintangi upaya perempuan dalam mewujudkan emansipasi. Padahal, lanjut dia, kodrat itu apa yang Allah SWT berikan pada manusia. “Yang membedakan dengan perempuan seperti melahirkan, menstruasi, tetapi memasak bukan kodrat karena banyak laki-laki juga pintar memasak,” tuturnya.

Ditambahkan, emansipasi perempuan diperkotaan dan pedesaan masih banyak kesenjangan. Masih butuh perjuangan untuk mewujudkan emansipasi karena faktor budaya, adat juga pemahaman agama yang terkadang membatasi sehingga perempuan dipedesaan lebih harus diperhatikan

Menyikapi kondisi saat ini, dimata dr. Hj. Susi Badrayanti, perjuangan Kartini masih sangat panjang. Dibidang kesehatan, kata dia, angka kematian ibu secara nasional masih cukup tinggi yaitu 228/100.000 angka kelahiran hidup. “Oleh karena itu kita akan terus memperkuat program Gerakan Sayang Ibu (GSI). Rumah Sakit Berkah sebagai pemberi pelayanan kesehatan rujukan terus berbenah dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Kami terus bekerja keras agar RS Berkah menjadi Rumas Sakit Sayang Ibu (RSI) yang memadai,” katanya.

Menurut Susi juga, kondisi kaum perempuan ibu di Pandeglang mesti mendapat perhatian lebih mengingat berbagai masalah menimpa ibu-ibu dan anaknya akibat berbagai sebab.
Contohnya kematian ibu, bayi dan anak, masalah kekurangan gizi, kemampuan memelihara kesehatan selama hamil dan melahirkan masih kurang serta pola merawat bayi dan memberikan asupan gizi seimbang yang belum memadai.

Dia menggarisbawahi bahwa target pendidikan dasar wajib belajar (wajar) sembilan tahun sangat erat dengan peran perempuan sebagai pendidik anak dirumah tangga termasuk pengetahuan bagaimana mengatasi HIV/AIDS yang sering menjadi korban adalah kaum perempuan. Begitupun akses sanitasi dasar memdapatkan air bersih, masih kaum perempuan menjadi tumpuan. Karena dipedesaan seringkali terlihat bahkan menjadi kebiasaan, kaum ibu/perempuan harus mencari air bersih untuk kebutuhan rumah tangga hingga berkilo-kilo meter. Suatu beban hidup yang sangat berat dialami perempuan kita di desa-desa.

Untuk mencapai peningkatan derajat kesehatan ibu sebagai penopang emansipasi, Susi menegaskan sektor kesehatan mempunyai target sasaran yang telah menjadi komitmen bersama. “Setidaknya kita berupaya target Millenium Development Goals (MDGs) yang telah menjadi komitmen Pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu hingga 50 persen, atau 118/100.000 kelahiran hidup pada 2015 dapat dicapai,” kata Susi menegaskan.

Sementara kondisi lokal Pandeglang ungkap Susi juga,  Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) secara absolut dalam tiga tahun terakhir menurun, namun diakui masih tinggi. “Tahun 2010 kita memperoleh data 38 kematian ibu. Kematian ibu kita masih tinggi, tapi menurun dibandingkan tahun 2009 sebanyak 41 dan 44 kematian ibu yang dilaporkan pada 2008,” ungkapnya. Begitu pula AKB, menurut Susi menurun dari 204 kematian bayi neonatal pada 2008 dan 165 pada 2009, menjadi 135 pada 2010.

Dia menegaskan, diantara upaya percepatan penurunan AKI dan AKB yakni pentingnya ibu hamil dan keluarga serta warga setempat mengetahui tanda-tanda kehamilan yang berisiko.  “Setiap kehamilan itu berisiko terhadap keselamatan ibu dan bayi dalam kandungannya. Mengatahui tanda resiko kehamilan sejak awal akan mempermudah dalam penanganan kegawatdaruratan.

Dia berharap melalui program Jaminan pemeliharaankesehatan masyarakat (Jamkesmas), Biaya Operasional Kesehatan (BOK) dan JaminanPersalinan (Jampersal) yang ada, upaya percepatan AKI dan AKB Pandeglang dapat bisa segera diatasi dan mampu memenuhi target MDGs.

Kiprah Para Kartini Modern di Jajaran Dinkes Pandeglang


PERJUANGAN RA. Kartini lebih 100 tahun lampau memperjuangkan kiprah kaum perempuan agar setara dengan pria memang masih banyak tantangan. Faktor pendidikan di kalangan masyarakat pedesaan dan akses informasi global yang masih terbatas ditengarai sebagai penghambat kemajuan kaum perempuan saat ini.

Namun demikian, ditingkat jenjang jajaran pemerintahan, terlihat kesetaraan gender sudah berjalan baik. Bahkan sudah menjadi komitmen pemerintah untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada pegawai perempuan dalam menduduki jabatan strategis sesuai kemampuan dan kompetensi yang dimiliki.

Sebut saja di jajaran Dinas Kesehatan (Dinkes Pandeglang) dari formasi 88 jabatan struktural esselon II, III dan IV hampir sebagiannya diisi oleh kaum perempuan. Ini membuktikan perempuan mamang setara dalam kesempatan dan karir.

Sejumlah jabatan yang kini disandang para para Kartini Modern di jajaran kesehatan diantaranya Kepala Bidang (Kabid) Penanggulangan Penyakit dr. Hj. Asmani Raneyanti (esselon III), Kabid Yankes Umum Dinkes Pandeglang Hj. Yeni Herlina, Kepala Seksi (Kasi) KIA Hj. Eniyati (esselon IV), Kasi Yankes Dasar Ratu Martiningsih, Kasi Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan Ratu Tanti Darmiasih, serta Kasubag kepegawaian Yanti Yulianti. 

Ditingkat kecamatan/Puskesmas, dari 36 puskesmas, hampir setengah (13) diantaranya jabatan Kepala Puskesmas (esselon IV) disandang kaum perempuan dengan berbagai profesi seperti dokter, perawat dan bidan. Mereka itu adalah Kepala Puskesmas Bangkonol Hj. Umbiyati, Cikole (Wati), Kadomas (Hj. Oom Rochmulyati), Majasari (Hj. Mei Wijaya), Banjar (Hj. Ika Rostika Marliah), Kaduhejo (Hj. Setianingsih), Mekarjaya (Suhaeliyah), Cipeucang (Hj. April Lesmanawati), Cikeudal (Hj. Ai Bashim Bariyah), Hj. Eni Rohaeniah (Pagadungan), dr. Hj. Marfuah (Labuan) dan dr. Hj. Wirdani (Panimbang).

Sementara itu ditingkat desa, sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan ibu dan anak hingga saat ini telah disebar sebanyak 495 bidan desa di 335 desa/kelurahan seKabupaten Pandeglang. Semua para bidan yang notabene  adalah kaum perempuan generasi penerus Kartini ini diyakini memiliki peran yang sangat strategis sekaligus tantangan yang berat dalam rangka pemberdayaan kaum perempuan wabilkhsusus untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak. (mr.)


Sementara itu, HU Radar Banten melansir ratusan Kartini modern di lingkungan PemkabPandeglang kini telah menduduki berbagai jabatan strategis di pemerintahan. Pejabat eselon II hingga IV di Pemkab Pandeglang berjenis perempuan mencapai 198 orang. “Kalau pejabat eselon yang berjenis kelamin lelaki ada 1.030 orang,” kata Kepala Badan Kepega­waian Daerah (BKD) Pandeglang Ida Novaida, Selasa (19/4). Kata dia, jumlah eselon perem­puan sudah cukup mewakili perem­puan di jajaran pemerintahan wa­laupun ia berharap jumlahnya bisa terus bertambah.

Kabid Formasi Kepegawaian BKD Samsudin menambahkan, jumlah pejabat eselon II berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 orang yaitu Kepala BKD Ida Novaida, Kepala Kantor Koperasi dan UMKM Tati Suwagiharti, dan Staf Bupati Bidang SDM Siti Erna Kurtubi. Sedangkan eselon III berjumlah 21 orang. “Sisa­nya 174 orang itu eselon IV. Me­reka berdinas di sejumlah satuan kerja,” tegasnya.

Menanggapi hal itu, Wakil Bupati Her­yani yang ditemui usai pe­ringatan Hari Kartini di Alun-alun Pandeglang mengatakan ber­harap, ke depan Pemkab Pandeglang bisa memiliki jumlah pejabat perempuan yang makin banyak karena ia sudah membuk­tikan bahwa kualitas perempuan tak kalah dengan lelaki. “Peringatan Hari Kartini ini bisa dija­dikan momentum bagi perem­puan untuk lebih maju dalam segala bidang yang sifatnya positif,” katanya.

Disoal tentang penempatan pe­jabat perempuan di pemerin­ta­han, Heryani menegaskan penempatan pejabat tak terkait dengan jenis kela­min tetapi harus mempertim­bangkan kemampuan, kapasitas, serta latar belakang pendidikan. “Dalam menempatkan pejabat kita te­tap harus mempertimbangkan tiga hal itu, ” tegasnya.

Dalam peringatan Hari Kartini ini diberikan 10 penghargaan bagi 10 tokoh perempuan asal Pan­deglang. (wie/fau)


15 Apr 2011

Dinkes Pandeglang Terus Berbenah Tingkatkan Mutu SDM Kesehatan


MENYADARI salah satu faktor keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan oleh mutu tenaga kesehatan, Dinas Kesehatan (Dinkes)Pandeglang terus Berbenah meningkatkan kualitas sumberdaya kesehatan.

Untuk mendukung hal tersebut, sejak 2008 Pemkab Pandeglang melalui Perbub no.6/2008  tentang Tentang Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Pandeglang  mempertegas fungsi Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan menjadi setingkat seksi (esselon IV) di Dinkes Pandeglang. Ini membuktikan keseriusan Pemkab dalam menata mutu tenaga kesehatan yang lebih baik, agar pelayanan kesehatan kepada masyarakat juga semakin baik.

Hingga kini, sejak dua tahun lalu, eksistensi Seksi Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan (PMTK) yang merupakan salah seksi pada Bidang Sumberdaya Kesehatan Dinkes Pandeglang, telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam memperkuat upaya Pemkab mewujudkan Pandeglang Sehat.

Menurut Kepala Bidang Sumberdaya Kesehatan, Akhrul Aprianto, SKM, MSi seksi Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan dibentuk diantaranya untuk menjalankan fungsi strategis mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data dan informasi penyelenggaraan Peningkatan Mutu Tenaga kesehatan. “Penyelenggaraan kegiatan yang telah dilaksanakan mengacu pada Perbup No.4/2008 diantaranya yaitu  melaksanakan penilaian serta pemilihan tenaga kesehatan teladan, menerbitkan surat izin tenaga profesi kesehatan dan membina organisasi profesi, Mengkoordinasikan pelaksanaan diklat fungsional dan teknis bidang kesehatan, penyelenggaraan pelayanan akreditasi tenaga kesehatan fungsional maupun melakukan koordinasi yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan,” jelas Akhrul didampingi Kepala Seksi PMTK, Ratu Tanti Darmiasih di ruang kerjanya, Jum’at (14/4).
 

Terkait tugas pokok dan fungsinya, Ratu Tanti menambahkan, hingga kini pihaknya telah menerbitkan 341 surat ijin tenaga kesehatan di wilayah Pandeglang. “Untuk memastikan dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lain melaksanakan tugas sesuai kewenangan  kita menerbitkan surat ijin praktek (SIP) dan surat ijin kerja (SIK) untuk standarisasi mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat sesuai kompetensinya,” jelasnya.

Sejumlah kegiatan yang telah diselenggarakan seksi yang dipimpinnya juga dipaparkan Ratu Tanti diantaranya, Pemilihan Tenaga Kesehatan Teladan, menetapkan angka kredit seluruh Pejabat Fungsional Kesehatan dari semua profesi hingga menjalin kerja sama dengan puluhan institusi pendidikan yang diimplementasikan dalam bentuk praktek kerja lapangan (PKL).

“Prestasi tenaga kesehatan Pandeglang sangat membanggakan, karena tahun 2010 lalu kita berhasil meloloskan finalis lomba Bidan Teladan Tingkat Nasional atas nama Bidan Hj. Iyot Sa’diyah yang berasal dari Puskesmas Cibaliung. Ini membuktikan mutu tenaga kesehatan kita secara nasional sudah diakui secara nasional,” imbuhnya.

Khusus penetapan angka kredik (PAK), Ratu Tanti mengungkapkan, per 1 April 2011 seksi Mutu Tenaga Kesehatan dengan personil sebanyak empat stap telah berhasil merampungkan kenaikan pangkat 201 pejabat fungsional dari 13 profesi yakni bidan, perawat, nutrisionis, sanitarian, dokter gigi, pranata laboratorium, perawat gigi, dokter umum, apoteker, asisten apoteker, fisiotherapis dan radiografer.

Sedangkan kemitraan dengan institusi pendidikan tenaga kesehatan yang dirintis seksi Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan sejak Januari 2010 hingga April 2011 berhasil merangkul 13 lembaga pendidikan baik pemerintah maupun swasta bekerja sama menyediakan lahan praktek kerja lapangan (PKL) sekaligus melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat.

Dari 23 gelombang kegiatan yang telah dilaksanakan, Sambung Ratu Tanti, jenis PKL terbanyak yang dilakukan yakni  Asuhan Keperawatan dan Kebidanan Komunitas yang biasanya dilaksanakan ditingkat desa, maupun Praktikum klinik kebidanan yang ditempatkan di puskesmas-puskesmas.
“Tahun 2010 lalu tidak kurang dari 740 mahasiswa dari wilayah Banten, Jakarta dan Jawa Barat kita fasilitasi untuk pendidikan praktek lapangan di Puskesmas-Puskesmas sampai ke desa-desa di wilayah Pandeglang,” ungkap Ratu Tanti.

Menurut Dia Juga, kerja sama PKL ini sangat bermanfaat tidak saja bagi dinas kesehatan karena tenaga kesehatan kita terus mendapat informasi pengetahuan dan teknologi kesehatan terbaru hingga percepatan peningkatan cakupan program. Namun, lebih dari itu, menguntungkan masyarakat di Lokasi PKL  karena mereka diberdayakan. “Sehingga dengan demikian diharapkan PKL para mahasiswa lebih mendorong peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan plus adanya alih pengetahuan kesehatan kepada masyarakat setempat,” ujarnya.

Ditambahkan Tanti, sejumlah institusi pendidikan yang sudah dan sedang melakukan PKL di wilayah Pandeglang yaitu Poltekes Bandung Prodi Kebidanan Rangkasbitung, Akbid Muhammadiyah RS Islam Jakarta, Akbid Pelita Persada Jakarta, Akbid Budi kemulyaan Jakarta, Akbid Latansa Mashiro Rangkasbitung, Universitas Indonesia Depok Jabar, Akbid Salsabila Cilegon, Akbid Bhakti Purna Husada Serang, STIKes Faletehan Serang, dan Akbid Pelni Jakarta. “Kita akan terus Berbenah meningkatkan mutu tenaga kesehatan dan meningkatkan derajat masyarakat melalui kemitraan dengan berbagai pihak dan lebih mempererat kerja sama yang sudah terjalin, karena terbukti manfaatnya buat dinas kesehatan dan masyarakat Pandeglang,” pungkasnya. (mister)***

Pandeglang Bersiap Laksanakan Program Jampersal Guna Percepat Turunkan AKI & AKB


GUNA mempercepat penurunan Angka kematian Ibu (AKI) dan Angka kematian bayi (AKB), Pemkab Pandeglang melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Pandeglang segera melaksanakan Program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang pembiayaannya ditanggung pemerintah (gratis red). Hingga saat ini, Dinkes terus melakukan persiapan pelaksanaan Program Jampersal yang rencana di Lounching ditingkat kabupaten bertepatan dengan Hari Kartini, Kamis 19 April 2011.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Pandeglang H. Iskandar terkait peluncuran program bantuan Kementerian Kesehatan RI yang terbaru yakni Jampersal.
Menurut Iskandar, Jampersal diselenggarakan untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan, meningkatkan cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan, meningkatkan cakupan pelayanan KB pasca persalinan, meningkatkan cakupan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir.

“Peserta program Jampersal adalah ibu hamil (bumil), ibu bersalin (bulin), ibu nifas (bufas/pasca melahirkan sampai 42 hari red) dan bayi baru lahir (0-28 hari) yang belum memiliki jaminan biaya kesehatan seluruhnya akan ditanggung pemerintah,” jelas Iskandar, Rabu (13/4).
Sementara jenis jaminan pelayanan yang akan diberikan meliputi pemeriksaan kehamilan ante natal care (ANC), pertolongan persalinan, pemeriksaan post natal care (PNC) oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan pemerintah (Puskesmas dan Poskesdes), termasuk di fasilitas kesehatan swasta yang tersedia fasilitas persalinan seperti Klinik/Rumah Bersalin, Dokter Praktik, Bidan Praktik yang telah melakukan kerja sama dengan Dinkes.

Selain itu, kata Iskandar, pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan persalinan dengan penyulit dan komplikasi di rumah sakit juga dijamin, tetapi harus dilakukan secara berjenjang melalui Puskesmas dengan membawa keterangan rujukan.

 “Melalui program Jampersal seluruh ibu hamil termasuk anak yang dilahirkan baik keluarga miskin maupun yang masyarakat mampu  kalau belum tercakup program asuransi seperti Jamkesmas, Askes, atau Jamsostek, pembiayaannya ditanggung APBN 2011,” tegasnya.
Ditambahkan, program Jampersal semakin memperkuat upaya Pemkab Pandeglang dalam pemerataan pelayanan kesehatan khususnya bagi kelompok rawan masalah kesehatan (ibu dan anak red). “Dengan adanya Jampersal seluruh ibu hamil di Pandeglang pada tahun 2011 telah dijamin pembiayaan persalinannya,” kata Iskandar menambahkan. 

AKI & AKB menurun
Terpisah Kepala Seksi KIA Dinkes Pandeglang Bd. Hj. Eniyati, SKM mengungkapkan, Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Pandeglang secara absolut dalam tiga tahun terakhir menurun. Berdasarkan data dinkes, pada 2010 AKI yang dilaporkan berjumlah 38 kematian terbanyak akibat perdarahan. “Kematian ibu kita masih tinggi, tapi menurun dibandingkan tahun 2009 sebanyak 41 dan 44 kematian ibu yang dilaporkan pada 2008,” ungkapnya. Begitu pula AKB, menurut Hj. Eniyati menurun dari 204 kematian bayi neonatal pada 2008 dan 165 pada 2009, menjadi 135 pada 2010.

Dia menegaskan, diantara upaya percepatan penurunan AKI dan AKB yakni pentingnya ibu hamil bersalin di fasilitas kesehatan.  “Tahun 2010 lalu 60 persen ibu hamil masih bersalin di rumah sehingga bila terjadi kasus kegawatdaruratan tidak terjamin. Akibat kebiasaan ini AKI dan AKB Pandeglang masih cukup tinggi,” tuturnya.

Dia berharap, melalui Program Jampersal, perilaku ibu hamil untuk bersalin di fasilitas kesehatan meningkat. Hal itu karena ibu hamil yang mendapat jaminan pembiayaan, kata Hj. Eniyati, hanya yang bersalin di fasilitas kesehatan baik Poskesdes, Puskesmas, Rumah Sakit maupun fasilitas kesehatan swasta yang ditunjuk.

Hj. Eniyati yang juga Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Pandeglang ini pun optimistis cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan Sebesar 75 persen dari 27.062 bumil pada akhir 2011 dapat tercapai. Terlebih kini jumlah bidan di Pandeglang semakin bertambah dan telah memadai  yakni sebanyak 495 bidan yang tersebar di 335 desa/kelurahan bahkan hingga pelosok-pelosok Pandeglang. (mister)***

13 Apr 2011

Stand Gabungan Dinkes Raih Peringkat III Terbaik Pameran Pembangunan HUT ke137 Pandeglang


HARI jadi Kabupaten Pandeglang ke137 tahun 2011 menjadi agenda penting bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk berbenah. Terlebih pada setiap event hari jadi selalu dibarengi dengan kegiatan Pameran Pembangunan. 

Event pameran inilah yang dimanfaatkan oleh Dinas Kesehatan untuk lebih mensosialisasikan  berbagai program pembangunan kesehatan. “Hari jadi Kabupaten Pandeglang menjadi momen yang tepat untuk memperkuat paradigma sehat, sekaligus menyosialisasikan visi dan misi pembangunan kesehatan kedepan,” kata Kepala Bidang Sumberdaya Kesehatan Dinkes Pandeglang, Akhrul Aprianto, SKM, MSi, disela-sela penutupan pameran pembangunan di Alun-alun Kota Pandeglang, Sabtu (9/4) akhir pekan kemarin.

Menurut Akhrul, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, pameran pembangunan kali ini memakai sistem stand gabungan. “Dinas kesehatan bergabungsatu stand dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, BP3AKB dan Rumah sakitBerkah,” ungkapnya. 

Dijelaskan, stand yang dipakai ini menjadi tantangan tersendiri karena dituntut untuk menampilkan bentuk visualisasi yang berbeda-beda dalam sebuah stand. “Tantangan itu kami jawab dengan penampilan stand yang terbaik menyesuaikan dengan tupoksi masing-masing SKPD, termasuk berbagai jenis pelayanan langsung kepada pengunjung,” katanya.

Ditambahkan, meski belum menjadi yang terbaik, standgabungan Dinkes, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, BP3AKB dan Rumah SakitBerkah cukup puas dengan antusias pengunjung dan penetapan panitia yang menobatkan sebagai stand terbaik peringkat III pada Pameran yang digelar 1-9 April 2011. (mr.adesetiawan@gmail.com)***