20 Apr 2011

Refleksi Cita-Cita RA Kartini Memperjuangkan Emansipasi

                          MOMENTUM Hari Kartini yang jatuh setiap 21 April mengingatkan kembali jasa-jasa RA. Kartini dalam memajukan kaum wanita, utamanya dalam soal kesetaraan dalam mendapatkan pendidikan. Karena Kartini lah, sekarang perempuan Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang layak setara dengan laki-laki. Namun sedikit yang mengetahui bahwa RA Kartini Sang Pahlawan Nasional ini meninggal beberapa saat setelah melahirkan anak. Sejarah mencatat Kartini meninggal pada usia 25 tahun karena terlambat mendapat pertolongan yang memadai pasca persalinan.

Soal emansipasi seperti yang diperjuangkan RA Kartini, menurut penilaian Direktur RSUD Berkah Pandeglang, dr. Hj. Susi Badrayanti,, kesetaraan gender kerap dianggap hanya masalah perempuan, walaupun sebenarnya harus laki-laki yang memulai. “Jika perempuan tak masalah  diminta sekolah tinggi atau punya jabatan, tapi apakah laki-laki bisa legowo dengan itu?,” kata Susi mempertanyakan.

Diapun menilai pemahaman kodrat sering dijadikan alasan kaum Adam untuk merintangi upaya perempuan dalam mewujudkan emansipasi. Padahal, lanjut dia, kodrat itu apa yang Allah SWT berikan pada manusia. “Yang membedakan dengan perempuan seperti melahirkan, menstruasi, tetapi memasak bukan kodrat karena banyak laki-laki juga pintar memasak,” tuturnya.

Ditambahkan, emansipasi perempuan diperkotaan dan pedesaan masih banyak kesenjangan. Masih butuh perjuangan untuk mewujudkan emansipasi karena faktor budaya, adat juga pemahaman agama yang terkadang membatasi sehingga perempuan dipedesaan lebih harus diperhatikan

Menyikapi kondisi saat ini, dimata dr. Hj. Susi Badrayanti, perjuangan Kartini masih sangat panjang. Dibidang kesehatan, kata dia, angka kematian ibu secara nasional masih cukup tinggi yaitu 228/100.000 angka kelahiran hidup. “Oleh karena itu kita akan terus memperkuat program Gerakan Sayang Ibu (GSI). Rumah Sakit Berkah sebagai pemberi pelayanan kesehatan rujukan terus berbenah dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Kami terus bekerja keras agar RS Berkah menjadi Rumas Sakit Sayang Ibu (RSI) yang memadai,” katanya.

Menurut Susi juga, kondisi kaum perempuan ibu di Pandeglang mesti mendapat perhatian lebih mengingat berbagai masalah menimpa ibu-ibu dan anaknya akibat berbagai sebab.
Contohnya kematian ibu, bayi dan anak, masalah kekurangan gizi, kemampuan memelihara kesehatan selama hamil dan melahirkan masih kurang serta pola merawat bayi dan memberikan asupan gizi seimbang yang belum memadai.

Dia menggarisbawahi bahwa target pendidikan dasar wajib belajar (wajar) sembilan tahun sangat erat dengan peran perempuan sebagai pendidik anak dirumah tangga termasuk pengetahuan bagaimana mengatasi HIV/AIDS yang sering menjadi korban adalah kaum perempuan. Begitupun akses sanitasi dasar memdapatkan air bersih, masih kaum perempuan menjadi tumpuan. Karena dipedesaan seringkali terlihat bahkan menjadi kebiasaan, kaum ibu/perempuan harus mencari air bersih untuk kebutuhan rumah tangga hingga berkilo-kilo meter. Suatu beban hidup yang sangat berat dialami perempuan kita di desa-desa.

Untuk mencapai peningkatan derajat kesehatan ibu sebagai penopang emansipasi, Susi menegaskan sektor kesehatan mempunyai target sasaran yang telah menjadi komitmen bersama. “Setidaknya kita berupaya target Millenium Development Goals (MDGs) yang telah menjadi komitmen Pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu hingga 50 persen, atau 118/100.000 kelahiran hidup pada 2015 dapat dicapai,” kata Susi menegaskan.

Sementara kondisi lokal Pandeglang ungkap Susi juga,  Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) secara absolut dalam tiga tahun terakhir menurun, namun diakui masih tinggi. “Tahun 2010 kita memperoleh data 38 kematian ibu. Kematian ibu kita masih tinggi, tapi menurun dibandingkan tahun 2009 sebanyak 41 dan 44 kematian ibu yang dilaporkan pada 2008,” ungkapnya. Begitu pula AKB, menurut Susi menurun dari 204 kematian bayi neonatal pada 2008 dan 165 pada 2009, menjadi 135 pada 2010.

Dia menegaskan, diantara upaya percepatan penurunan AKI dan AKB yakni pentingnya ibu hamil dan keluarga serta warga setempat mengetahui tanda-tanda kehamilan yang berisiko.  “Setiap kehamilan itu berisiko terhadap keselamatan ibu dan bayi dalam kandungannya. Mengatahui tanda resiko kehamilan sejak awal akan mempermudah dalam penanganan kegawatdaruratan.

Dia berharap melalui program Jaminan pemeliharaankesehatan masyarakat (Jamkesmas), Biaya Operasional Kesehatan (BOK) dan JaminanPersalinan (Jampersal) yang ada, upaya percepatan AKI dan AKB Pandeglang dapat bisa segera diatasi dan mampu memenuhi target MDGs.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar