28 Apr 2011

Posisi Tawar Kaum Hawa Akan Tentukan Kualitas Kesehatan Reproduksinya


DERAJAT Kesehatan perempuan khususnya ibu-ibu, terutama yang terkait dengan masalah kesehatan reproduksi harus diakui masih menjadi masalah krusial yang dihadapi oleh Kaum Hawa di Pandeglang. 

Berbagai faktor penyebab diantaranya status pernikahan, tingkat pendidikan, nutrisi, kebiasaan merokok, pengetahuan dan perilaku sehat dalam kehidupan seksual serta posisi tawar perempuan yang belum setara sehingga kebanyakan perempuan belum sepenuhnya mampu mandiri dalam memutuskan hak-hak reproduksinya

Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) H. Iskandar seusai mengikuti Upacara Peringatan Hari Kartini di Alun-alun Kota Pandeglang, Rabu (20/4).

Dia menyatakan, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, pernikahan dini dan eksperimentasi seksual pada usia dini merupakan masalah yang kini marak terjadi.
 
Untuk itu, pihaknya terus mengupayakan dan lebih pro-aktif dalam menangani program-program yang terkait tentang kebutuhan kesehatan remaja dan kaum muda, terutama remaja putri setingkat sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan siswa SLTA melalui wadah kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

Iskandar juga menyoroti soal perilaku sehat dalam kehidupan seksual perempuan saat ini yang terbilang rendah. Akibatnya, banyak perempuan maupun para ibu rumah tangga rentan tertular penyakit menular seksual (PMS) seperti HIV/AIDS.

“Kerentanan perempuan terhadap HIV/AIDS lebih banyak disebabkan ketimpangan gender yang berdampak pada ketidakmampuan perempuan mengontrol perilaku seksual dari suami  serta kurangnya akses  terhadap pelayanan pengobatan penderita,” ungkapnya.

Dijelaskan, kurangnya pemahaman konsep gender dalam keluarga membuat posisi tawar perempuan sangat rendah dalam pengambilan berbagai keputusan termasuk aspek kesehatan reproduksi dan akses pelayanan kesehatan secara umum.

“Stigma masyarakat selama ini menganggap bahwa HIV/AIDS hanya dialami perempuan penjaja seks komersial (PSK) tidak benar karena perempuan yang tidak berperilaku berisiko juga dapat terinfeksi HIV yang ditularkan  suami yang suka ‘jajan’, ujarnya.
 
Ditegaskan Iskandar, bila kesetaraan gender dalam keluarga dan masyarakat bisa diterapkan, hal itu dapat mengeliminasi kerentanan perempuan terhadap HIV/AIDS.

”Bila kesetaraan gender terjadi antara laki-laki dan perempuan, maka perempuan dapat membuat keputusan sendiri mengenai aktifitas seksualitasnya. Banyak perempuan menjadi rentan karena perilaku berisiko dari orang-orang terdekatnya. Disinilah pentingnya meningkatkan “Bargaining Power” (posisi tawar red) seorang perempuan sehingga mampu mandiri dalam memutuskan hak-hak reproduksinya”, pungkasnya.

Dinkes Pandeglang Nilai Aksi Unjuk Rasa FMM UNMA Salah Alamat


DINAS Kesehatan (Dinkes) Pandeglang menilai aksi orasi sejumlah orang yang mengatasnamakan FRONT MAHASISWA MARHAEN UNMA di depan Halaman Kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Pandeglang, Rabu (27/4) salah alamat.

Pernyataan itu disampaikan Kepala Dinkes (Kadinkes) Pandeglang H. Iskandar terkait  tuntutan pengunjuk rasa yang meminta dirinya turun dalam jabatan sebagai kepala dinas.

Menurut Kadinkes, orasi pengunjuk rasa yang disampaikan itu sepenuhnya ditujukan kepada kinerja pelayanan Jamkesmas di rumah sakit.

“Dinkes secara struktural tidak memiliki kewenangan untuk intervensi kepada pihak manajemen rumah sakit,” katanya, Rabu (27/4).

Iskandar menjelaskan, manajemen RSUD Berkah dan Dinkes secara struktural terpisah dan mempunyai tanggung jawab sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Dinkes beserta jaringan pelayanan kesehatan ditingkat puskesmas dan desa lebih fokus melayani kesehatan masyarakat khususnya pelayanan kesehatan dasar. Sementara rumah sakit mengurusi persoalan pelayanan kesehatan rujukan.

Lebih lanjut Iskandar mengatakan, isu dan tuntutan pendemo yang disampaikan juga sama persis dengan aksi yang digelar pada Senin (28/3) bulan Maret 2011 lalu. Sehingga Iskandar menduga ini bagian dari upaya pihak tertentu untuk menjelekan citra dirinya sebagai Kepala Dinas Kesehatan yang seolah-oleh berkinerja buruk.

Iskandar  menyatakan dirinya memang disebut-sebut sebagai salah satu calon Sekretaris Daerah (Sekda) Pandeglang. Namun dia mengaku tidak berambisi menjadi Sekda menggantikan Endjang Sadina. Penilaian Kinerja Dinas Kesehatan dia serahkan sepenuhnya kepada Bupati Pandeglang H. Erwan Kurtubi termasuk jabatan Sekda nanti.

27 Apr 2011

Bidan Tenaga Sukarela Diprioritaskan Menjadi PTT 2011


DINAS Kesehatan (Dinkes) Pandeglang berjanji akan memprioritaskan bidan tenaga kerja sukarela (TKS) yang telah melaksanakan tugas di desa di wilayah Pandeglang untuk diusulkan menjadi pegawai tidak tetap (PTT).

Hal itu ditegaskan Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Pandeglang E.A. Andi Kusnardi, SE sehubungan tersedianya formasi pengangkatan Bidan PTT yang disediakan Pemerintah Pusat melalui Kementrian Kesehatan RI untuk alokasi Kabupaten Pandeglang tahun anggaran 2011.

Dijelaskan, pengusulan Tenaga Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Kabupaten Pandeglang ke Pemerintah Pusat diprioritaskan untuk mengisi bidan desa pada desa yang kosong tidak ada tenaga kesehatan seperti di wilayah selatan Pandeglang diantaranya pada desa-desa terpencil wilayah Puskemsas Cibitung dan Cikeusik.

"Tahun 2011, Pandeglang mendapat alokasi sebanyak 50 calon bidan PTT yang akan ditempatkan sesuai dengan desa yang sebelumnya mereka telah melaksanakan tugas secara sukarela (Bidan TKS) tanpa mendapat imbalan,” katanya.

Dia mengungkapkan, pengangkatan Bidan PTT Pandeglang yang bersumber dari penggajian Pemerintah Pusat setiap tahun dilaksanakan  sebanyak dua kali yakni pada April dan Oktober. Sementara sebagai dasar pengangkatan PTT sendiri, terang Andi yaitu Kepres no.32 tahun 1994 tentang pengangkatan bidan sebagai pegawai tidak tetap.

“Untuk usulan dan pengangkatan periode April kami sudah menyampaikan nama-nama 39 bidan TKS ke Kementrian Kesehatan. Sisanya sebanyak 11 bidan akan menyusul untuk formasi PTT pada bulan Oktober 2011,” ujar Andi yang dikonfirmasi di ruang kerjanya, Senin (25/4).

26 Apr 2011

Tips Atasi Gatal Akibat Ulat Bulu


ULAT BULU telah memasuki wilayah Pandeglang. Kendati bukan bahaya besar bagi kesehatan, namun tidak ada salahnya mengetahui upaya pencegahan dan penanggulanngan akibat ulat bulu secara mandiri.

Sebagaimana kita ketahui, jika ulat kontak dengan kulit terutama kulit orang yang sensitif akan berakibat timbul rasa gatal. Memang tidak semua orang mengalami gejala dan efek gatal-gatal yang sama. Namun, sudah lazim juga diketahui awam, jangankan menyentuh badan ulat, bulu-bulu halus yang rontok dari tubuh ulat bulu itu bisa membuat kulit gatal, bengkak, bahkan menghitam.

Untuk itu Kepala Seksi Promosi Kesehatan Dinkes Pandeglang Asep Hardiansyah memberikan tips atau cara agar warga tak menderita gara-gara ulat bulu. "Jika terkena, cepat dihilangkan bulunya dengan dicuci, kemudian kalau gatalnya tidak hilang segera berobat ke puskesmas tidak perlu bayar," kata Asep, Jum’at (22/4).

25 Apr 2011

Ulat Bulu di Pandeglang Belum Membahayakan Kesehatan


SERANGAN ulat bulu yang akhir-akhir ini meresahkan masyarakat khususnya di wilayah Pandeglang seperti di sekitar Kampung Ciekek Keraton Kelurahan Keraton Kecamatan Pandeglang belum sampai ke taraf yang membahayakan kesehatan.

Menurut Kepala Dinkes Pandeglang H. Iskandar, dampak ulat bulu pada manusia secara umum masih dikategorikan gejala ringan yakni berupa gatal-gatal di kulit seperti alergi.

Kendati demikian, meski dampak bagi kesehatan tergolong  ringan, masyarakat dianjurkan menghindari kontak langsung dengan ulat bulu serta tetap selalu waspada dan senantiasa berperilaku hidup bersih dan sehat.

Anjuran yang hendaknya dilakukan warga diantaranya terus menjaga  membersihkan lingkungan serta selalu mempraktikancuci tangan pakai sabun (CTPS) selesai aktifitas sehari-hari. “Apabila ada gangguan kesehatan, segera konsultasi dan dilakukan pengobatan ke Puskesmas atau  fasilitas kesehatan terdekat,” kata Iskandar, Senin (25/4) terkait hama ulat bulu yang sudah memasuki wilayah Pandeglang

Iskandar mengaku belum menerima laporan Puskesmas terkait pasien akibat ulat bulu. Sementara untuk mengetahui perkembangan ulat bulu hingga saat ini pihak dinkes terus melakukan koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distambun) Kabupaten Pandeglang dan menyerahkan sepenuhnya upaya pemberantasan ulat bulu kepada pihak yang paling berkompeten.

Iskandar juga mengungkapkan pihaknya telah menyiagakan petugas Surveillance kejadian penyakit melalui petugas surveilans kabupaten dan Puskesmas untuk meningkatkan kewaspadaan dini dari dampak ulat bulu terhadap kesehatan warga setempat. “Kami sudah menyiagakan Puskesmas untuk siaga kalau memang ada pasien akibat kontak dengan ulat bulu untuk segera memberikan laporan ke Dinas Kesehatan,” tegasnya.

24 Apr 2011

Ada Sosok Wanita Hebat Dibalik Kesuksesan Seorang Pria


MEMASUKI medio April kita pasti diingatkan dengan sosok yang tidak asing RA. Kartini. Sebagai perintis dan pejuang kaum perempuan dieranya lebih 100 tahun lalu, RA Kartini telah menginspirasi kaum perempuan di Indonesia saat ini untuk maju setara dalam berbagai bidang kehidupan.

Kendati begitu, secara manusiawi fitrah kaum wanita jelas berbeda dengan kaum laki-laki. Hal itu harus disadari oleh kaum perempuan agar terjadi keseimbangan antara hak dan kewajiban serta tetap menjunjung tinggi aturan agama dan norma yang belaku di masyarakat.

Karenanya, menurut Hj. Juju Rusjuana Iskandar Wakil Ketua IBI Pandeglang  dirinya tidak setuju jikalau emansipasi itu diartikan sebagai menganbil alih tugas kaum laki-laki. “Yang ada dalam benak kami adalah kesetaraan dalam hak dan kewajiban sebagai warga negara dan tentu sebagai penganut agama kami wajib menaati aturan yang diatur dalam Islam,” kata Juju, Kamis (21/4).

Untuk menjawab tantangan emansipasi saat ini, ungkap Juju, tidak cukup dengan keinginan dan harapan belas kasih dari kaum laki-laki, sebab sepertinya nasib perempuan tergantung kaum perempuan sendiri. “Apakah mau maju atau tidak tergantung wanita sendiri. Ini berlaku umum tidak hanya bagi wanita, tapi semuanya,” jelas Juju yang juga Istri Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pandeglang H. Iskandar.

Menurutnya, dengan menjadi wanita modern yang bertanggungjawab, sesungguhnya wanita bisa ikut berperan aktif dalam semua kegiatan. Wanita juga bisa mencapai apapun seperti apa yang diinginkan dengan melakukan peningkatan kualitas pada diri.

Harus diakui, ungkap Juju bahwa selalu ada sosok wanita hebat di balik kesuksesan seorang pria. Begitu pula yang terjadi di kehidupan dia dan keluarganya, dukungan sebagai istri akan selalu menjadi spirit tersendiri bagi suami dalam meniti karir dan kesuksesan. Karenanya dalam pandangan Juju, suami dan keluarga merupakan diatas segalanya dibanding ambisi mengejar emansipasi sekalipun.

Ditambahkan, dimoment Hari Kartini 21 April 2011 dia mengajak kaum perempuan untuk yakin terhadap kemampuan dan potensi diri sendiri dengan berani mengatakan "Saya Bisa dan Mampu".  “Saya ingin menjadi seperti RA Kartini yang pada zamannya berani menyuarakan ide,” pungkas Juju yang kini telah berputra dua yakni Anggia (12) dan Abang (5).

23 Apr 2011

Hj. Iyot Sa'diyah, Sosok Pejuang Kartini dari Cibaliung


MENJADI teladan merupakan proses kerja dedikasi dan perjalanan panjang bagi seorang tenaga kesehatan terutama bidan. Kondisi itu dirasakan Bidan Desa Sukajadi Kecamatan Cibaliung Hj. Iyot Sa’diyah, AMKeb yang dinobatkkan menjadi Bidan Teladan tingkat Kabupaten Pandeglang 2010, Bidan teladan I tingkat Provinsi Banten hingga berkesempatan mengikuti acara Puncak Peringatan 17 Agustus 2010 bersama Presiden dan Menteri Kesehatan RI.

Berkat keuletan dan dedikasinya melayani masyarakat, Perempuan kelahiran Kecamatan Cibaliung 37 tahun lalu itu sejak 2 November 2010 dipercaya menjadi Kepala Puskesmas Cibitung dan menjadi salah satu dari 16 perempuan di jajaran kesehatan yang menduduki jabatan esselon IV.

Lalu apa yang menjadi andalan dalam meraih teladan Banten 2010 dan menjadi nominasi teladan tingkat nasional?. Menurut mantan Bidan Desa Sukajadi Kecamatan Cibaliung Hj. Iyot Sa’diyah yang disambangi terkait Peringatan Hari Kartini 2011, kiat sukses menjadi bidan desa bukan pada profesi bidan tapi kemampuan seorang bidan menyesuaikan dengan karakter masyarakat dan budaya setempat. Oleh karena itu, kata Ibu beranak tiga ini, bidan desa harus memegang prinsip kemitraan dan kesetaraan dengan mitra yang lebih dulu eksis di desa yakni Paraji (dukun beranak red). “Bidan juga harus menghadapi tantangan berat, karena harus mampu bekerja sama dengan lintas sektoral di desa dan tingkat kecamatan,” tuturnya.

Beruntung, Iyot adalah warga asli Cibaliung dan memiliki kedekatan dengan orang tua yang adalah seorang tokoh masyarakat/tokoh agama setempat. Namun, bagi bidan pendatang, sesungguhnya tokoh setempat bisa didekati dan diyakini mau bekerjasama mengingat tugas bidan melayani kesehatan masyarakat.

Iyot menjelaskan, tantangan bidan desa sebagai Kartini modern sangat-saangat berat. Selain harus memberdayakan masyarakat sejalan dengan cita-cita RA Kartini, bidan desa dituntut pro aktif memberikan pelayanan kepada ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas dan anak baru lahir selama 24 jam.

Bagi Iyot yang telah bertugas hampir 20 tahun itu, penting untuk merancang metode komunikasi informasi dan edukasi (KIE) yang sesuai dengan bahasa setempat. Salah satu yang telah dirintisnya yakni mengembangkan proses belajar mengajar dengan metode kelas ibu berbasis ibu hamil. “Kami menyebutnya kegiatan ‘Kelas Ibu Hamil’ yaitu sekelompok ibu hamil yang mengikuti proses belajar mengajar dengan menggunakan lembar balik dan buku panduan kesehatan ibu dan anak. Setiap kelompok berjumlah 10-15 orang dengan seorang fasilitator bidan. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil dalam proses kehamilan, persalinan sampai setelah melahirkan,” jelas Iyot.

Ditambahkan, Kelas Ibu Hamil merupakan metode penyuluhan inovasi yang dilakukan guna menekan angka kematian ibu dan bayinya saat melahirkan. “Selain akses pelayanan kebidanan yang mudah terjangkau, pengetahuan ibu tentang proses kehamilan dan resiko persalinan sangat penting dalam pemberdayaan kesehatan ibu dan anak,” katanya.

Di hari Kartini 21 April 2011, Iyot sebagai putra daerah berharap para Bidan dan kaum perempuan disemua lapangan pekerjaan untuk berkiprah secara profesional melayani sesama kaum perempuan. Hal itu mengingat kondisi perempuan khususnya dipedesaan saat ini masih membutuhkan akses pelayanan yang lebih memadai. 


22 Apr 2011

Sebagian Besar Ibu Hamil Melahirkan Bukan di Fasilitas Kesehatan


PEMIKIRAN-pemikiran RA Kartini yang terangkum dalam sebuah buku ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’ belumlah lapuk diterpa hujan dan belum pula usang dimakan jaman. Hal ini terlihat, hingga kini generasi penerus Kartini yakni para kaum perempuan terutama warga dipedesaan masih banyak yang didera masalah seperti kematian ibu. Diantara penyebabnya yakni tingkat pendidikan dan pengetahuan yang masih kurang serta budaya setempat yang dipandang sebagai penghambat untuk mendapatkas akses pelayanan kesehatan yang mamadai.

Menurut Kepala Seksi Kesehatan Ibu Anak dan Remaja Dinkes Pandeglang Bd. Hj. Eniyati, SKM, tingginya kematian ibu akibat hamil dan bersalin penyebab sosialnya yakni kurang fahamnya ibu dan keluarga memahami tanda kehamilan dan persalinan yang berisiko. Selain itu, jelas Eniyati yang juga Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Pandeglang, sebagian besar persalinan ibu hamil dilakukan bukan di fasilitas kesehatan seperti Poskesdes, Puskesmas atau di Rumah Sakit. “Tahun 2010 lalu 60 persen ibu hamil masih bersalin di rumah, sehingga bila terjadi kasus kegawatdaruratan ibu hamil dan melahirkan tidak terjamin. Akibat kebiasaan ini, kematian ibu dan bayi di Pandeglang masih cukup tinggi,” tuturnya.

Dia mengungkapkan, berdasarkan laporan Puskesmas dan Rumah sakit, pada 2010 kematian ibu di Pandeglang berjumlah 38 kematian sedangkan kematian bayi baru lahir mencapai 135 selama tahun 2010,” ungkapnya.

Padahal, tegas dia, salah satu upaya percepatan penurunan kematian ibu dan bayi yaitu dengan bersalin di fasilitas kesehatan, agar ibu dan bayinya tidak terlambat ketika terjadi kasus kegawatdaruratan. “Setidaknya dua terlambat yaitu terlambat dirujuk dan terlambat ditangani dapat diantisipasi jika bersalin di fasilitas kesehatan,” kata Hj. Eniyati, disela-sela sosialisasi Program Jaminan Persalinan (Jampersal) di Aula Dinkes Pandeglang, Kamis (21/4).  

Dia optimistis, melalui Program Jampersal, perilaku ibu hamil untuk bersalin di fasilitas kesehatan meningkat. Hal itu karena ibu hamil yang bersalin di fasilitas kesehatan baik Poskesdes, Puskesmas, Rumah Sakit maupun fasilitas kesehatan swasta yang ditunjuk yang mendapat jaminan pembiayaan gratis.

21 Apr 2011

Dinkes Pandeglang Mulai Sosialisasikan Program Jaminan Persalinan


MENYUSUL diluncurkannya Program Jaminan Persalinan (Jampersal) bagi ibu hamil, Dinas Kesehatan (Dinkes) Pandeglang mulai melakukan sosialisasi kepada seluruh jajaran Puskesmas se kabupaten Pandeglang.

Sosialisasi dimaksudkan untuk menyamakan prosedur tetap dalam pelaksanaan program Jampersal baik secara teknis maupun administrasi sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang diterbitkan Kementerian Kesehatan.

Kepala Dinkes Pandeglang H. Iskandar mengungkapkan sosialisasi Jampersal ditingkat kabupaten yang dihadiri seluruh Kepala Puskesmas dan Koordinator Bidan se Pandeglang selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan melakukan sosialisasi secara berjenjang ditingkat kecamatan/puskesmas dan desa serta Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).

“Ditingkat Puskesmas, seluruh stap puskesmas harus faham program Jampersal terutama Bidan. Kalau ditingkat desa agar masyarakat juga mendapat informasi yang jelas sehingga program menjadi mudah diakses ibu hamil,” jelas H. Iskandar seusai menghadiri sosialisasi Jampersal di Aula Dinkes Pandeglang, Kamis (21/4).

Dalam kesempatan tersebut, Iskandar juga menegaskan bahwa seluruh bidan yang telah ditugaskan di desa harus tinggal di desa. “Keberadaanbidan desa sangat penting untuk memberikan pelayanan jaminan persalinan bagiibu hamil yang membutuhkan pertolongan persalinan,” tegasnya.