30 Sep 2011

Pelayanan Puskesmas Sumur Akan Ditingkatkan Menjadi DTP


PELAYANAN Kesehatan di Puskesmas Sumur terus berbenah. Hal itu tampak dari upaya Pemkab Pandeglang yang sedang membangun gedung baru Puskesmas Sumur pada tahun anggaran 2011. Rencananya, pada 2012 gedung pelayanan Puskesmas Sumur sudah dapat melayani masyarakat lengkap dengan fasilitas rawat inap.
Kepala Puskesmas Sumur Drs. Syarifudin Rachman, MM menuturkan saat ini Gedung Puskesmas Sumur sedang direhab total oleh Pemkab Pandeglang. “Gedung Puskesmas Sumur yang baru nantinya berlantai dua dan fasilitasnya dirancang untuk menjadi Puskesmas Dengan Tempat perawatan (DTP),” kata Syarif usai mendampingi Tim Enumerator Riset Fasiltas Kesehatan (Rifaskes) Kabupaten Pandeglang di Puskesmas Sumur, Rabu (14/9) pertengahan September lalu.
Dia mengatakan, peningkatan status Puskesmas ini bisa lebih meningkatkan pelayanan kesehatan kepada warga Kecamatan Sumur dan sekitarnya. “Tahun depan, jika sudah siap fasilitas dan sumberdaya kesehatan Puskesmas akan melayani pasien rawat jalan sekaligus menyediakan perawatan rawat inap plus penanganan kasus kegawatdaruratan,” katanya.
Terkait pelayanan kesehatan saat ini, Syarifudin meminta warga Sumur bersabar, karena untuk sementara waktu sampai gedung baru selesai, pelayanan Puskesmas dipindahkan ke sebuah rumah toko (Ruko) yang berlokasi masih di sekitar Puskesmas. Namun demikian, Syarip menjamin pelayanan Puskesmas tetap berjalan setiap hari kendati hanya menempati  gedung ruko yang jumlah ruang pelayanannya terbatas.

Rano Teken Kerja Sama Air Minum

TIGARAKSA, (KB)— Pemerintah Kabupaten Tangerang di wakili Wakil Bupati H. Rano Karno menandatangani kesepakatan kerjasama atau memorrandum of understanding (MoU) dengan Indonesia Urban Water Sanitasi and Hygiene (IUWASH ) tentang program bantuan teknis bidang air minum dan sanitasi di wilayah Kabupaten Tangerang, ruang rapat Wareng, kantor Setda, Senin (19/9/2011).
Program tersebut akan dilaksanakan selama lima tahun, mulai 2011 hingga 2015, yang didanai Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat atau U.S. Agency for Internasional Development (USAID).
Kerjasama kedua pihak diselenggarakan sebagai upaya Kabupaten Tangerang menyumbang jumlah capaian Millennium Development Goals (MDGs) atau sasaran pembangunan di era milenium nasional untuk sektor air minum dan sanitasi yang aman.
Perwakilan USAID Indonesia, Trigeany Linggoatmodjo menjelaskan, IUWASH merupakan bagian dari kemitraan komprehensif AS yang ditandatangani Nobevember 2010 yang lalu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Barack Obama untuk menggalang kerjasama di berbagai bidang. Salah satunya adalah meningkatkan kesejahteraan dan melestarikan lingkungan.
Pada tahun pertama dan kedua, program IUWASH akan memberikan bantuan teknis 34 Kabupaten/Kota berdasarkan persetujuan dari kelompok kerja air bersih, sanitasi dan kesehatan lingkungan nasional yang dipimpin oleh Bappenas serta melibatkan beberapa kementerian Teknis terkait. “Dengan ditekennya kesekapatan ini, kami akan membantu Pemerintah Kabupaten Tangerang menjawab tantangan pembangunan bidang air minum dan sanitasi perkotaan secara mandiri dengan memanfaatkan semua potensi yang ada,” ujar Trigeany Linggoatmodjo.
Lois O’Brien, Chief of Party IUWASH mengatakan, IUWASH akan memberikan bantuan dalam bentuk dampingan teknis untuk penyusunan kebijakan dan proses penganggaraan, kemudian meningkatkan peran serta masyarakat dan kapasitas penyediaan layanan, termasuk PDAM.
“Mulai dari ditekennya MoU ini sampai lima tahun ke depan, kerjasama difokuskan untuk meningkatkan cakupan akses layanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat perkotaan,”jelasnya.(H-19)***

Sumber : HU Kabar Banten

29 Sep 2011

Anak Sehat, Indonesia Kuat

Republik ini punya mimpi besar, yaitu meraih predikat sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan 14.250-15.500 dollar AS per kapita.

Nilai total perekonomian negeri kepulauan ini pada tahun itu juga ditaksir berkisar 4-4,5 triliun dollar AS.

Indonesia pun akan berada di jajaran negara maju dunia, setara dengan negara-negara di belahan dunia barat.

Mimpi besar itu berdasarkan Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2015 yang hanya dapat diraih dengan pertumbuhan ekonomi riil 6,4-7,5 persen (2011-2014).
Lantas harus dilanjutkan dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 8,0-9,0 persen (2015-2025). Pertumbuhan secepat itu pun mensyaratkan lokomotif yang bergerak cepat tanpa pernah lelah atau terbatuk-batuk.
Nah, ada selang jarak 14 tahun, mulai tahun 2011 hingga tahun 2025. Apa artinya? Artinya, mimpi untuk mewujudkan Indonesia yang besar tidak dapat hanya dibebankan di pundak para pemimpin negeri yang kini sedang memberi arah negeri ini. Pemimpin berusia 50-60 tahun tentu saja menjelang masa senjanya ketika memasuki tahun 2025.

Jadi, karena usia produktif pekerja berkisar 15-64 tahun, kiranya tepat apabila mulai meletakkan harapan dari anak-anak berusia satu tahun ke atas. Masa depan Indonesia bergantung pada anak-anak kita itu. Terlebih, bila kita mencermati demografi umum penduduk Indonesia di tahun 2010-2013, ternyata pada periode itulah indeks ketergantungan Indonesia mencapai angka terendah.
Dalam kondisi seperti apa dapat diraih angka terendah dari indeks ketergantungan? Ya, ternyata berdasarkan proyeksi, tepat di tahun 2025, dari total seluruh penduduk Indonesia diperkirakan 10 persennya adalah kaum tua berusia 65 tahun, 20 persennya adalah anak-anak berusia 15-64 tahun, dan 70 persennya pekerja berusia 15-64.

Lantas, sumber daya manusia dengan kualitas macam apa yang dapat kita ciptakan? Pekerjaan rumah apa yang mesti dikerjakan untuk menyiapkan kaum muda, juga anak-anak bagi Indonesia di tahun 2025?
Jangan dulu melangkah terlalu jauh dalam hal peningkatan kualitas SDM kita. Jangan cuma berpikir perangkat lunak karena masih ada urusan perangkat keras berupa prasarana yang harus dibangun. Sebagian dari masyarakat, bolehlah ditingkatkan kemampuannya, pengetahuannya, dan mengimplementasikannya secepat mungkin.

Namun ingat, masih ada persoalan mendasar seperti masalah gizi buruk pada balita. Ada banyak kasus di mana sebagian waktu yang dimiliki anak-anak malah dihabiskan untuk memulihkan kesehatan.
Maka, jangankan punya peluang membangun dan menikmati pembangunan, ternyata Indonesia mengalami sedikitnya 120 juta kasus penyakit diare dan 50.000 kematian dini setiap tahun, serta 50.000 kematian dini tiap tahun. Mari kita camkan jumlah korban itu.

Sungguh, laporan bertajuk ”Economic Impact of Sanitation in Indonesia”, yang di luncurkan oleh Water Sanitation Program East Asia & the Pacific (WSP-EAP) Bank Dunia pada bulan Agustus 2008, benar-benar luar biasa menakutkan. Kematian akibat penyakit yang dipicu kurangnya sanitasi ternyata lebih tinggi dari kematian akibat kecelakaan di jalan raya yang lebih dari 30.000 jiwa per tahun (2010).

Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Budi Yuwono menambahkan, Bappenas melaporkan proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi yang layak di tahun 2009 baru mencapai 51,19 persen. Maka dapat kita perkirakan hampir 50 persen anak-anak Indonesia tumbuh dalam rumah tangga yang belum memiliki akses terhadap sanitasi layak, kata dia.

Ditambahkan Budi Yuwono, berarti hampir separuh anak Indonesia terancam perkembangannya akibat buruknya sanitasi. Sungguh mengagetkan mengetahui betapa rapuhnya angkutan muda kita, anak-anak kita yang diharapkan membuat negeri ini jaya.

Infrastruktur
Lebih mengherankan lagi, selama ini kita gaduh soal infrastruktur jalan tol yang lamban dibangun, ribut tentang infrastruktur rel kereta yang lambat bertambah, selalu protes keras tentang infrastruktur listrik yang tak memuaskan, tetapi lupa membangun infrastruktur sanitasi.

Mirisnya, dari laporan Economic Impact of Sanitation in Indonesia kembali kita dapat mengutip data bahwa biaya pemulihan pencemaran air mencapai Rp 13,3 triliun per tahun. Biaya sebesar itu hampir sama dengan alokasi APBN bidang sanitasi yang dialokasikan untuk lima tahun. Sungguh, kita harus serius untuk membangun sanitasi supaya kerugian tak membengkak.

Kita harus menyingkirkan pandangan sinis terhadap pembangunan saluran pembuangan limbah, pembuangan sampah, hingga penjernihan air yang mungkin kini dipandang memboroskan anggaran atau tidak berdampak langsung, katakanlah, dibandingkan pembangunan tol untuk mengatasi kemacetan. Pembangunan infrastruktur sanitasi harus dipandang sebagai investasi untuk masa depan.

Maka, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto pun menegaskan, untuk mencapai target akses terhadap sanitasi untuk 62,41 persen rumah tangga pada tahun 2015 akan dibangun beberapa proyek infrastruktur. Alokasi dana yang disiapkan pemerintah pun cukup besar mencapai Rp 14,2 triliun hingga tahun 2014.
Beberapa proyek itu, di antaranya, penambahan jaringan air limbah terpusat di 11-16 kota, pembangunan prasarana dan sarana air limbah sistem on site dengan prioritas di 210 kota terpilih, pembangunan prasarana persampahan untuk mengurangi timbunan sampah sebesar 20 persen, perbaikan manajemen pelayanan persampahan kota di 210 kota,  prioritas dan pembangunan drainase perkotaan untuk pengurangan genangan seluas 4. 600 hektar di 50 kawasan strategis.

Pembangunan infrastruktur-infrastruktur itu merupakan pengejawantahan dari komitmen kuat pemerintah atas pembangunan sanitasi.

Pada Sidang Umum PBB di akhir Juli 2010, Indonesia, misalnya, menjadi salah satu dari 122 negara yang menetapkan sanitasi sebagai hak asasi manusia. Indonesia juga termasuk ke dalam 189 negara pendukung Deklarasi Milenium yang menetapkan sanitasi sebagai sasaran Millenium Development Goals 2015.

Terlebih, infrastruktur dinilai ampuh untuk memutus lingkaran setan kemiskinan-kematian-kemiskinan. Berulang kali Utusan Khusus MDGs Nila Djuwita Moeloek kepada media mengatakan, tanpa ketersediaan air bersih dan sanitasi yang baik, penyakit akan mendekat sehingga warga terpaksa ke dokter dan mengeluarkan dana untuk itu. Kemiskinan dan lingkungan juga terkait. Lingkungan akan terganggu jika masyarakat miskin .

Bahkan, Kementerian PU juga bekerja sama dengan negara tetangga untuk mengatasi persoalan sanitasi ini. Pada Kamis (4/8/2011), Menteri Pekerjaan Umum  dan Direktur Jenderal Australian AID Baxter di Banjarmasin meresmikan sekaligus menyerahterimakan pemanfaatan sambungan rumah (SR) air minum dan air limbah di wilayah Kalimantan dan Jawa.

Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Jawa dan Sumatera, dengan bantuan Kementerian PU dan Pemerintah Australia, akhirnya dapat menikmati layanan air minum bagi 11.250 sambungan rumah dan 4.826 sambungan rumah untuk air limbah.

Selain itu, di bulan Agustus 2011 Bank Pembangunan Asia menjanjikan pinjaman sebesar 100 juta dollar AS untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur dasar di desa dan peningkatan infrastruktur sanitasi di perkotaan meski proyek itu haruslah berbasis komunitas.

Perilaku
Di tengah upaya Kementerian PU yang memanfaatkan APBN yang terbatas bahkan sampai meminjam dari luar negeri guna membangun infrastruktur sanitasi dan air; tragisnya ternyata 76,3 persen dari 53 sungai di Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi telah tercemar bahan organik dan 11 sungai, terutama oleh amonium. Itu merupakan dampak dari perilaku pembuangan limbah yang sembarangan.
Jangan heran bila Menteri PU menegaskan bahwa masalah sanitasi di Indonesia bukan sekadar minimnya infrastruktur, melainkan juga buruknya perilaku.

Masyarakat harus meningkatkan kepedulian terhadap sanitasi dan meninggalkan perilaku buang air besar sembarangan (BABS) dan praktik buang limbah ke selokan-selokan, saluran air, atau badan air seperti sungai.

Bicara soal kepedulian terhadap sanitasi, mungkin penduduk Indonesia berada di urutan bawah. Tahun 2010 ketika Kompas mempelajari Integrated Water Resources Management (IWRM) di Stockholm, Swedia, terlihat betul penghormatan warga terhadap air dan sanitasi. Di areal pengambilan air minum, misalnya, jangankan membuang sampah, siapa pun dilarang berenang di sana.

Untuk lebih membuka mata kita, patut pula diinformasikan bahwa tidak ada satu rumah pun boleh dibangun di Swedia tanpa ada jaminan mampu mengoneksikan rumah itu dengan jaringan air minum dan pengolahan limbah. Sederhananya, izin mendirikan bangunan tak akan diterbitkan tanpa ada jaminan ketersediaan dua hal tersebut.

Bagaimana di Indonesia? Daerah aliran sungai ibaratnya WC terpanjang di dunia. Memberi peringatan terhadap warga di tepi sungai untuk menjaga kualitas air dan kondisi sanitasi saja sulitnya bukan main.
Baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun pemerhati masalah sanitasi seolah telah berteriak-teriak di padang gurun, tetapi hasilnya nyaris nihil.

Warga di tepi sungai lupa bahwa tiap sampah yang dihanyutkan di sungai akhirnya memberatkan kerja instalasi pengolah air minum. Biaya produksi air pun membengkak, sementara tarif selalu ditekan secara politis. Akibatnya, misalnya, PDAM merugi dan pada gilirannya jaringan perpipaan tak dapat menggurita. Mereka pula yang akhirnya dirugikan.

Bangsa ini pun membutuhkan agent of change , motor perubahan. Semacam duta sanitasi. Dan dipilihlah metode untuk mendidik anak-anak melalui kegiatan Jambore Sanitasi 2011. Kegiatan itu sudah dilangsungkan pada 20 25 Juni 2011 di Mercure Hotel di Ancol, Jakarta. Sebanyak 198 peserta pelajar SMP dan 66 pendamping dari 33 provinsi di Indonesia dibukakan mata dan hatinya dalam jambore tersebut.

Fakta-fakta terkait tema Sanitasi dan Kualitas Anak Indonesia telah dibeberkan, contoh-contoh kasus ditampilkan, supaya para anak-anak menularkan di daerah asal soal pentingnya sanitasi sebagai hak dasar setiap anak Indonesia.
Ada kesan pengetahuan tentang jambore itu dangkal untuk warga kelas menengah yang tinggal di perkotaan. Masak diajarkan harus mencuci tangan, buang air di jamban, hingga metode mengolah limbah? Namun, harus diingat masih banyak penduduk Indonesia yang sama sekali tak mempunyai akses terhadap sanitasi bahkan air bersih.

Ada jutaan warga di hilir sungai yang tiap hari terpaparkan oleh limbah yang dikirim oleh saudara mereka di hulu sungai. Persoalan ini sekali lagi tidak sederhana bila menimbang jutaan orang yang terjangkit penyakit bahkan berujung pada kematian yang mencapai 50.000 jiwa per tahun itu.

Akhirukalam, republik ini punya mimpi besar. Dan mimpi itu hanya dapat diwujudkan bila anak-anak kita sehat bila anak-anak itu juga menularkan pengetahuan soal sanitasi ke lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian, mereka dapat senantiasa belajar bahkan berinovasi dengan pikiran-pikiran kreatif mereka. Dapat pula andil memproduksi sesuatu dengan dukungan lingkungan yang kondusif.

Tegasnya, pembangunan infrastruktur sanitasi  maupun upaya penyadaran terhadap anak-anak supaya mampu berkontribusi untuk mewujudkan ketersediaan sanitasi bagi anak itu sendiri dan masyarakat sekitarnya merupakan landasan bagi Indonesia yang kuat.

Sumber : Kompas Online

28 Sep 2011

Terjangkit DBD, Dua Warga Pandeglang Meninggal

Pandeglang Dua warga Kabupaten Pandeglang, meninggal akibat terjangkit penyakit demam berdarah dengue (DBD). Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang, Asmani Raneyanti di Pandeglang, Jumat (16/09/2011), menjelaskan kedua korban yang meninggal itu yakni warga Kecamatan Pageralaran dan Labuan.
“Keduanya meninggal karena lambat dibawa ke pusat pelayanan kesehatan oleh pihak keluarga,” ujarnya.
Asmani Raneyanti menjelaskan, selama periode Januari-Agustus 2011, sebanyak 53 warga terjangkit penyakit DBD, dua di antaranya meninggal dan 51 orang lainnya berhasil diselamatkan jiwanya.
Dinas Kesehatan, kata Asmani Raneyanti, terus memantau penyebaran penyakit tersebut, dan langsung menurunkan tim ketika ada gejala serangan.
“Kita langsung menurunkan tim ke lokasi, ketika mendapat informasi terjadi gejala penyebaran penyakit itu. Petugas yang diturunkan dari pusat pelayanan kesehatan terdekat,” ujarnya.
Petugas akan diturunkan, ketika pada satu lokasi terdapat 20 orang yang diduga terkena DBD, dengan ciri-ciri meriang, panas dan ada bintik merah pada kulitnya.
“Satu daerah bisa dikatakan terjangkit DBD ketika ditemukan tiga orang positif menderita penyakit itu, berdasarkan hasil pemeriksanaan laboratorium,” ujarnya.
Terkait tindakan terhadap lokasi yang terjangkit DBD, menurut Asmani Raneyanti, tergantung kondisi, kalau banyak nyamuk dewasa bisa dilakukan pengasapan atau fogging.
Namun, kalau tidak terlalu banyak nyamuk dewasa cukup pemberian bubuk abate pada sumber air yang terdapat jentik nyamuk. @Ant

Sumber : Koran Banten

Program Sanitasi Ubah Perilaku Warga Lebih Sehat

Pemerintah melalui Millenium Development Goals (MDG's) menargetkan 10.000 desa di Indonesia menerapkan Perilaku Hidup Sehat Bersih (PHBS) pada 2013. Kabupaten Lembata, Nusatenggara Timur juga tergerak berkontribusi. Dipayungi program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), kini 19 desa di Lembata berhasil mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih sehat.

Ketua Tim Pelaksana Pokja AMPL (Air Minum Penyehatan Lingkungan) Kabupaten Lembata, Maria G Meti, mengatakan pemerintah daerah menargetkan pada 2012 jumlah desa total sanitasi akan bertambah menjadi 30 desa.

"Program STBM terkendala biaya karena APBN yang minim. Namun Lembata menargetkan, pada 2012 nanti jumlah desa total sanitasi bertambah 11 dari 19 yang ada saat ini," jelas Maria kepada Kompas.com di Watodiri, Ile Ape, Lembata, Nusatenggara Timur, Sabtu (16/4/2011).

Dua desa di kecamatan Ile Ape, Lembata, membuktikan keberhasilannya menerapkan PHBS. Desa Lamaau dan Desa Watodiri, diresmikan asisten I bupati Lembata, Nicolaus Paji Learian, menjadi desa total sanitasi. Di masing-masing desa ini berdiri tugu yang menandakan warga Lamaau dan Watodiri berkomitmen untuk hidup bersih dan sehat. Pada 28 April 2011 nanti, kecamatan Lebatukan juga akan menyusul kecamatan Ile Ape meresmikan desa total sanitasi.

"Saya menyebutnya tugu tampar karena dengan melihat tugu tersebut kita seperti menampar diri sendiri untuk selalu menjalani perilaku hidup sehat. Agar nanti, anak cucu bisa menjalani hidup lebih sehat, tak lagi menjalani kebiasaan lama seperti buang air besar sembarangan," jelas kepala desa Watodiri, Robertus Sayang Ama saat meresmikan desanya sebagai desa total sanitasi.

Bukan soal mudah bagi warga dua desa ini untuk merubah perilaku. Kebiasaan buang air besar sembarangan menjadi perilaku sehari-hari selama bertahun-tahun. Namun sejak 1,5 tahun lalu, kepala desa dan warganya membuktikan dua desa di pesisir terbuka serta mau dan mampu mengubah perilakunya.

Program pemicuan yang dilakukan fasilitator dan sanitarian dari puskesmas kecamatan Ile Ale membuahkan hasil. Warga bersikap terbuka, tak tersinggung karena dipicu mengubah perilaku,  tetapi justru tergugah dan tergerak untuk memedulikan kesehatan diri dan lingkungan melalui lima pilar dan satu pilar lokal.

Lima pilar nasional terdiri dari bebas BABS (buang air besar sembarangan), CTPS (cuci tangan pakai sabun), pengelolaan limbah cair, pengelolaan air minum, mengelola sampah. Sedangkan satu pilar lokal adalah pengasingan ternak, memisahkan ternak seperti babi atau kambing dari lingkungan tempat tinggal.

Lembata dicontoh Laos
Jika Indonesia belajar dari Bangladesh mengenai Community Lead Total Sanitation (CLTS), maka Laos belajar dari Indonesia, dengan  datang ke Lembata memelajari STBM. Pendekatan yang dilakukan fasilitator dari pemerintah daerah dan Plan Indonesia lebih kepada penyadaran, membuka pikiran warga dan menggerakkan mereka melakukan STBM secara mandiri  dan tanpa paksaan.

STBM menjadi program nasional untuk menurunkan penyakit berbasis lingkungan. Kebiasaan BABS di banyak desa di Lembata memicu sejumlah penyakit seperti diare dan malaria.

"Fokus pada pemicuan untuk merubah perilaku lebih efektif dibandingkan menyediakan fasilitas fisik. Bantuan fisik hanya bertahan satu bulan, setelah itu WC menjadi monumen. Dengan mengubah perilaku melalui lima pilar, penyakit berbasis lingkungan bisa diturunkan 90 persen. Bahkan jika pilar enam, pengasingan ternak, dijalankan takkan ada lagi yang sakit. Jika pilar satu dan enam dijalankan, pilar lainnya akan lebih mudah, karena mengubah kebiasaan BABS dan memisahkan ternak memang tak mudah bagi warga," jelas

Muhammad Thamrin, Program Manager Plan Indonesia Unit Lembata pada acara yang sama.
Jika perilaku lama warga desa di Lembata adalah BABS di dekat batu atau pohon besar, kini mereka sudah memiliki kakus di rumah masing-masing. Di desa Lamaau misalnya, 75 KK sudah seluruhnya memiliki kakus yang berlokasi di dalam atau di luar rumah.

Sedangkan di desa Watodiri 133 rumah tangga memiliki MCK. PHBS yang dijalankan 19 desa di Lembata, diharapkan bisa mewujudkan lingkungan sehat dan mendukung tumbuh kembang anak. Anak-anak tidak bisa mewujudkan potensinya jika lingkungan tidak sehat, karena anak tidak bisa tumbuh maksimal.

Masalah sanitasi buruk juga menyebabkan malnutrisi dan kematian bayi. Desa pesisir di kepulauan Flores ini menjadi contoh bagi desa lain di sekitarnya, bahkan bagi daerah di luar NTT juga di luar negeri.

Sumber : Kompas Online

27 Sep 2011

750 Jemaah Calhaj Pandeglang Sudah Di Vaksin Meningitis


SEBANYAK 750 jemaah Calon haji (Calhaj) Kloter Pandeglang hingga Senin (26/9) sudah dilakukan pemeriksaan kesehatan haji secara lengkap termasuk disuntik vaksin meningitis meningokokus.
Pemeriksaan kesehatan haji termasuk pemberian imunisasi pemberian vaksin meningitis, menurut Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit Dinkes Pandeglang dr. Hj. Asmani Raneyanti, MHA merupakan syarat wajib yang harus dipenuhi jemaah calhaj untuk diberangkatkan ke tanah suci Mekkah.  “Rencananya jemaah haji asal Pandeglang berjumlah 791 orang akan diberangkatkan melalui kelompok terbang (Kloter) 38 dan 39 pada 24 Oktober 2011 mendatang,” kata Asmani, Senin (26/9).
Diungkapkan Asmani, masih terdapat 41 jemaah calhaj Pandeglang yang belum melengkapi berkas hasil pemeriksaan kesehatannya, termasuk belum divaksin meningitis.
Dinkes Pandeglang, ungkap Asmani menjadwalkan sisa calhaj yang belum mendapatkan pemeriksaan lengkap akan divaksin meningitis pada Kamis (29/9) mendatang.
 “Jemaah calon haji yang belum mendapatkan vaksin meningitis diharapkan bisa datang ke dinas kesehatan Pandeglang pada Kamis (29/9) untuk pemeriksaan kesehatan susulan sekaligus pemberian vaksin meningitis,” katanya.
Dia menjelaskan, penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan sebaik-baiknya bagi jemaah haji. Hal itu tertuang dalam semangat UU no.13/2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji. “Bentuk perlindungan haji itu diantaranya diwujudkan melalui jaminan keselamatan dan keamanan selama proses berhaji dari penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian,” jelasnya.
Dikatakan Asmani, salah satu penyakit menular yang menjadi kewaspadaan dini bagi jemaah calhaj yakni penyakit Meningitis Meningokokus. “Penularan dan penyebaran  berbagai virus terutama dari Afrika ditambah juga iklim disana,  angin dengan kelembaban rendah bisa menyebabkan radang selaput otak yang dapat mematikan,” katanya.
Oleh karena itu, lanjut Asmani, jemaah calhaj yang akan berangkat perlu perlindungan dengan vaksin meningitis, sehingga jemaah haji mendapat kekebalan dan proses penularannya dapat dicegah.
Vaksin meningitis juga ungkap Asmani merupakan salah satu kewajiban jemaah calhaj untuk mendapatkan visa haji. Karenanya, dia mengimbau jemaah calhaj kloter Pandeglang yang belum divaksin meningitis untuk memenuhi kewajibannya tersebut.
Ditambahkan, Vaksin Meningitis memenuhi syarat halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yakni tife vaksin Menveo Serogroup A,C,W 134 dan Y.  “Kita juga telah menyarankan bagi jemaah yang berumur lebih dari 40 tahun untuk mendapatkan vaksin influenza, supaya fisik jemaah kuat oleh serangan iklim cuaca di Saudi Arabia,” katanya.

20.000 Desa Miliki Sanitasi Tahun 2014

Sebanyak 20.000 desa di Indonesia diharapkan telah memiliki fasilitas sanitasi pada tahun 2014. Saat ini, baru 11.000 desa yang memiliki sanitasi.
 Masalah sanitasi di pedesaan penting karena lebih dari 50 persen penduduk Indonesia tinggal d i pedesaan. Hal ini dikatakan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama di Kota Solo, Jumat (24/9/2011) sore.
"Kesulitan utama kami dalam memperluas sanitasi pedesaan adalah dalam mengubah perilaku masyarakat, dari buang air sembarangan menjadi buang air di jamban," kata Tjandra.
Untuk mengejar target di bidang sanitasi, kata Tjandra, pemerintah telah membentuk tiga payung hukum, yakni Rencana Strategis Nasional 2010-2014, Instruksi Presiden Nomor 3/2010, dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852/2008 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.

Sumber : Kompas Online

26 Sep 2011

Pejabat Fungsional Kesehatan Bisa Naik Pangkat Dua Tahun Sekali


KENAIKAN pangkat pejabat fungsional kesehatan saat ini tidak terlalu sulit. Selain karena proses pengangkatan, mekanisme pengumpulan angka kredit dan proses penetapannya sudah diatur dalam berbagai aturan, juga sudah tersedia perangkat lunak (software) yang memudahkan penghitungan dan penetapan nilai angka kredit.

Kepala Bidang Sumberdaya Kesehatan Dinkes Pandeglang Akhrul Aprianto mengatakan, seorang pejabat fungsional kesehatan seperti dokter, bidan, perawat, sanitarian atau penyandang jabatan fungsional (jafung) lainnya yang seluruhnya berjumlah 17 rumpun jafung kesehatan bisa naik pangkat dalam kurun waktu dua tahun.  

 “Jika memenuhi syarat kenaikan pangkat jabatan fungsional bisa dua tahun sekali dan sesuai aturan tetap menggunakan nilai angka kredit kegiatan fungsionalnya sesuai profesi masing-masing,” kata Akhrul disela-sela Bimbingan Teknis (bintek) Angka Kredit Jabatan Fungsional bagi Puskesmas, Rumah Sakit dan Tim Penilai Jafung se Kabupaten Pandeglang, yang digelar di Aula PKPRI Pandeglang, Senin (26/9).

Ditegaskan Akhrul, setiap pejabat yang akan naik pangkat fungsional  kesehatan akan diperiksa segala kelengkapnnya mulai dari laporan harian, laporan bulanan dan usulan penetapan angka kredit oleh tim penilai masing-masing profesi.

Karenanya, tambah Akhrul dalam bintek kali ini penting bagi setiap pejabat fungsional, organisasi profesi maupun tim penilai untuk lebih mendalami aturan dan pedoman tentang jabatan fungsional kesehatan sehingga diharapkan akan mempermudah dalam proses kenaikan pangkatnya.

Software DUPAK
Sementara itu Kepala Seksi Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan Dinkes Pandeglang Ratu Tanti Darmiasih menambahkan, bintek yang dilaksanakan bertujuan menyepakati mekanisme penggunaan software sederhana daftar usulan penetapan angka kredik (DUPAK) bagi setiap pejabat fungsional kesehatan.

Selain itu ungkap Tanti yang juga selaku Ketua Panitia Penyelenggara Bintek, pihaknya menegaskan kembali soal mekanisme kenaikan pangkat sesuai  keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 17/KEP/M.PAN/11/2000 tentang Jabatan Fungsional kesehatan serta Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1200/Menkes/SK-X/2004 tentang petunjuk teknis jabatan fungsional kesehatan, dimana disebutkan bahwa pegawai pada unit pelaksana teknis dapat diusulkan untuk menduduki jabatan fungsional kesehatan. “Jabatan fungsional kesehatan itu ada 17 rumpun yaitu Jabatan Fungsional Dokter, Dokter Gigi, Apoteker, Asisten Apoteker, Pranata Laboratorium Kesehatan, Epidemiolog Kesehatan, Entomolog Kesehatan, Sanitarian, Administrator Kesehatan, Penyuluh Kesehatan Masyarakat, Perawat Gigi, Nutirisionis, Bidan, Perawat, Radiografer, Perekam Medis, dan Teknisi Elektomedis,” ungkapnya.

Mekanisme Kenaikan Pangkat
Lebih jauh Tanti menjelaskan secara garis besar  proses dan mekanisme kenaikan  pangkat jabatan fungsional untuk semua bidang kesehatan terutama setelah yang bersangkutan diangkat sebagai pejabat fungsional kesehatan baik yang fungsional terampil maupun fungsional ahli maka yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

  1. Mengumpulkan angka kredit dan  dicatat dalam laporan harian kemudian direkaputulasi dalam laporan bulanan selama periode 6 bulan. Dalam setiap periode  6 bulanan, angka kredit dari dari setiap kegiatan dibuatkan dalam bentuk Surat Pernyataan melaksanakan kegiatan  fungsional kesehatannya dengan lampiran bukti fisik kegiatannya dan mendapat mengesahkan atau persetujuan oleh atasan langsungnya. Oleh atasan langsungnya mengusulkan pejabat fungsional kesehatan tersebut dalam bentuk Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK)
  2. DUPAK kemudian diserahkan kepada  Sekretariat Tim Penilai untuk dilakukan verifikasi kelengkapan berkas  sebagaimana point satu diatas yaitu laporan harian, laporan bulanan, Surat Pernyataan dan bukti fisik kegiatan.
  3. Setelah berkas dinyatakan lengkap oleh seketariat tim penilai, selanjutnya berkas diserahkan kepada tim penilai fungsional yang beranggotakan berbagai pejabat fungsional bidang kesehatan. Masing-masing anggota tim penilai fungsional menerima berkas sesuai dengan bidang fungsional kesehatannya. Contoh Berkas Fungsional SANITARIAN diserahkan kepada  penilai fungsional SANITARIAN. Tidak dibenarkan dinilai oleh penilai fungsional diluar dari pejabat fungsional SANITARIAN.
  4. Setelah berkas diterima oleh anggata tim penilai yang sesuai dengan  bidang fungsionalnya melakukan verifikasi laporan bulanan dalam bentuk format verifikasi laporan bulanan dengan melihat subtansi dari nilai-nilai kredit kegiatan. Kemudian dituangkan kedalam format Pertimbangan Tim Penilai, setuju atau tidak setuju DUPAK yang dierahkan oleh atasan langsung pejabat fungsional yang diusulkan sebagimana point 2 (dua) diatas.
  5. Hasil dari DUPAK yang telah terisi lengkap (Pengusul dan Penilai) kemudian diserahkan kepada sekretariat Tim Penilaian untuk dibuatkan SK Penetapan Angka Kredit (SK PAK) untuk periode 6 bulanan.
  6. Kemudian Penetapan SK PAK oleh Pejabat  yang berwewenang dan diberikan kepada pejabat fungsional yang bersangkutan.
  7. Bila Nilai PAK dari beberapa periode 6 bulan telah  cukup nilainya untuk kenaikan pangkat jabatan  fungsionalnya, maka selanjutnya secretariat tim penilai mengusulkan kepada bagian kepegawaian untuk  pengangkatan jabatan fungsional barunya.
Diakui Tanti, memang sulit kalau  para pelaksana atau penanggung jawab dalam penyelenggaraan Kenaikan Pangkat Pejabat Fungsional Kesehatan tidak membaca atau mendalami terlebih dahulu aturan dan pedoman tentang jabatan fungsional kesehatan. “Hal yang mungkin bisa kami bantu lakukan adalah melalui kegiatan Bimbingan Teknis seperti ini,” tandasnya.

Dia berharap melalui bintek, proses pengkajian, penilaian dan penetapan angka kredit bisa diselenggarakan secara tepat waktu yakni kenaikan pangkat pada setiap periode enam bulan sekali yaitu Bulan April dan Oktober.

Sulitnya Menjadi Tenaga Penyuluh Sanitasi Di Daerah Pedesaan

Menjalani profesi sanitarian (penyuluh sanitasi) di daerah bukan pekerjaan mudah. Sanitarian perlu berhadapan dengan masyarakat yang masih awam soal pentingnya kesehatan. Petugas penyuluhan sanitasi di daerah perlu bekerja ekstra untuk mengajak orang menjalani perilaku hidup bersih sehat. Pasalnya, masyarakat pedesaan, termasuk di desa pesisir kepulauan Flores, belum terbiasa menjalani pola hidup sehat mendasar dengan memiliki MCK.

Salah satu daerah pesisir ini adalah Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Lembata  terus berbenah menggerakkan kesadaran masyarakat dan mengubah perilaku menjadi lebih sehat. Pemerintah daerah setempat menargetkan 30 desa  menjalani perilaku hidup bersih sehat melalui
program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), pada 2012 nanti.

LSM, pemerintah daerah, puskesmas, dan sanitarian sebagai fasilitator berkolaborasi untuk menjalani program ini. Fasilitator datang ke desa membawa enam pesan STBM. Lima pesan yang diterapkan skala nasional adalah mengajak masyarakat tidak buang air besar sembarangan (BABS), cuci tangan pakai sabun (CTPS), mengelola limbah rumah tangga, mengelola air minum, dan mengelola limbah cair. Satu lagi pilar dalam konteks lokal Lembata, pengasingan ternak dari rumah tempat tinggal.

‎?Emerensia Benidau Amd Kesling (28), perempuan kelahiran Lembata, memilih terlibat dalam program ini sebagai sanitarian. Setelah menyelesaikan pendidikan D-3 Kesehatan Lingkungan di Yogyakarta, perempuan yang akrab dipanggil Erni ini memutuskan kembali ke Lembata, kampung halamannya.

Erni bekerja di puskesmas Waipukang, ibukota kecamatan Ile Ape, kabupaten Lembata, NTT. Sejak 2006 lalu, ibu yang tengah hamil anak kedua ini resmi diangkat sebagai pegawai negeri sipil di Lembata, sebagai sanitarian.

"Sejak lama saya ingin bekerja di bidang kesehatan. Apalagi di sini, banyak program yang dijalankan namun tenaga tidak ada. Satu orang di puskesmas bisa mengerjakan dua atau tiga program. Mama yang menjadi perawat di puskesmas di kecamatan lain, menjadi pemicu saya untuk bekerja di kesehatan," tutur Erni kepada Kompas Female, seusai peresmian desa total sanitasi di Watodiri, Ile Ape, Lembata, NTT, Sabtu (16/4/2011) lalu.

Sebagai sanitarian, Erni bersentuhan langsung dengan masyarakat memberikan penyadaran perilaku hidup sehat, melalui program STBM. Tidak mudah baginya mengubah perilaku masyarakat untuk hidup lebih sehat. Butuh proses untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya kesehatan serta mengidentifikasi persoalan di desa. "Masyarakat perlu diberitahukan pelan-pelan mengenai lima pilar STBM, agar mereka memahami dan mau mengubah perilaku," jelasnya.

Bagi Erni, tantangan terbesar menjadi sanitarian di pedesaan adalah berhadapan dengan para orangtua. Para generasi pendahulu ini sudah terbiasa hidup dengan pola tak sehat, seperti buang air besar sembarangan. Saat sanitarian masuk desa untuk memberikan pemicuan dan penyuluhan untuk perubahan perilaku, tak sedikit orangtua yang tersinggung.

"Orangtua merasa malu dan tersinggung. Rasa malu muncul karena soal WC saja mereka harus diatur orang lain. Banyak warga yang memiliki rumah layak tetapi tidak punya jamban. Hal mendasar ini belum disadari para orangtua, inilah yang membuat mereka malu dan tersinggung," jelas Erni, menambahkan rasa malu inilah juga yang mendorong orangtua mengubah perilakunya agar lebih sehat lagi.

Mengambil hati orangtua menjadi tantangan bagi sanitarian desa seperti Erni. Meski begitu, sanitarian selalu punya cara menyampaikan maksudnya. Alhasil, kini 133 rumah tangga di Watodiri dan 75 rumah tangga di Lamaau, Ile Ape Timur, sudah bebas BABS. Dua desa inilah yang menjadi area kerja Erni. Warga di dua desa total sanitasi ini membangun jamban atas kesadaran dan biaya sendiri. Perilaku masyarakat mulai berubah lebih sehat berkat dorongan fasilitator, termasuk sanitarian.

"Perubahan perilaku ini merupakan langkah besar bagi warga terutama para orangtua. Saat menjalani pemicuan, tak sedikit dari para orangtua ini yang menangis. Mengingat kebiasaan lama yang mereka lakukan menimbulkan rasa malu. Kemudian mereka pelan-pelan mengubah perilaku," jelasnya.

Sanitarian punya peran dalam pemicuan, kata Erni. Namun, lanjutnya, kepala desa punya peran jauh lebih besar. Keberhasilan desa menjalani perilaku hidup sehat tergantung kepada upaya kepala desa.

"Petugas sanitasi datang memberikan dorongan, namun bapak desa yang lebih sering berhadapan dengan warga desa. Bapak desa perlu terus-menerus berbicara dan memberikan motivasi. Jika kepala desa mati angin, percuma saja program pemicuan perubahan perilaku hidup sehat di desa," tambahnya.

Saat ini, ada 16 desa di Ile Ape. Sekitar delapan desa sudah mengikuti pemicuan sejak 2008. Namun hanya Watodiri yang sudah resmi mencanangkan desanya sebagai desa total sanitasi (STBM).

"Ukuran sederhananya adalah kepemilikan jamban. Di Watodiri, semua rumah sudah memiliki jamban. Sedangkan di desa lain masih ada belasan rumah yang belum memiliki jamban," jelas Erni, yang bersuamikan pria asal Ile Ape.

Sumber : Kompas Online

25 Sep 2011

Tak Semua Masyarakat Miliki Jamban

Belum semua masyarakat Indonesia, termasuk Kota Palembang, punya kesadaran tentang pentingnya memiliki sarana kesehatan dasar berupa jamban dan WC umum. Hal ini terlihat dari masih ada sekitar 10 persen atau 150.000 jiwa penduduk Kota Palembang yang belum menggunakan jamban.

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Budi Yuwono di sela-sela pertemuan caturwulan III Wilayah II Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia di Palembang, Sumatera Selatan. Salah satu kegiatannya adalah workshop sanitasi dasar.

Menurut dia, minimnya kesadaran warga tentang sistem sanitasi rumah tangga perlu mendapat perhatian serius. Saat ini masih ada 20 persen penduduk Indonesia yang belum punya sarana sanitasi dalam bentuk paling sederhana, yaitu jamban.

”Sedangkan yang sudah menggunakan jamban pun masih perlu diteliti, apakah memenuhi standar kesehatan dasar. Di Palembang sendiri masih ada sekitar 10 persen warga yang belum punya sistem sanitasi dasar ini,” katanya.

Hal serupa juga terlihat dalam hal kepemilikan bak penampung limbah. Sampai sekarang masih ada 40 persen keluarga yang belum memiliki sarana pengelolaan limbah rumah tangga. Keprihatinan tersebut perlu dijawab dengan kebijakan menyusun strategi sanitasi perkotaan.

”Program sanitasi ini rencananya dilaksanakan di 40 kota/kabupaten, salah satunya Kota Palembang. Target kami sampai tahun 2014 sebanyak 241 kota akan mempunyai strategi sanitasi perkotaan. Proyek ini akan dimulai awal 2011 mendatang,” kata Budi. (ONI)

Sumber : Kompas Online

24 Sep 2011

70 Juta Warga Masih "BAB" Sembarangan

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam sanitasi dan perencanaan wilayah urban. Derajat kesehatan penduduk urban, khususnya penduduk miskin tidak begitu menggembirakan. Hal ini karena berbagai faktor, di antaranya kondisi lingkungan yang tidak baik, sanitasi yang tak layak dan prilaku higinis yang tidak sehat.
Dewasa ini ada sekitar 70 juta penduduk Indonesia belum memiliki akses terhadap sanitasi. Sembilan belas juta di antaranya hidup di perkotaan dengan daya dukung lingkungan yang kritis. Akibatnya lebih dari 14.000 ton tinja dan 176.000 meter kubik urine mencemari 75 persen sungai. Masyarakat pun harus membayar rata-rata 27 persen lebih mahal untuk air bersih.
Demikian benang merah yang terungkap pada Konferensi Sanitasi Nasional 2009, Selasa (8/12/09) di Jakarta. Tampil sebagai narasumber Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana.
Wakil Presiden Boediono pada saat pembukaan konferensi, menegaskan tahun 2014 ditargetkan tidak ada lagi orang Indonesia yang buang air besar sembarangan (BABs). Ia menyambut baik pelaksanaan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman demi mencapai target 2014.
Pemerintah sudah meningkatkan perhatian terhadap pentingnya sanitasi dengan mengarusutamakan sanitasi dalam proses pembangunan baik di tingkat pusat maupun daerah dan meningkatkan alokasi anggaran penyediaan pelayanan sanitasi dasar. "Pemerintah juga melibatkan masyarakat secara langsung, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasinya. Pihak swasta pun telah mulai berperan untuk membantu percepatan pembangunan," katanya.
Menteri Kesehatan Endang Rahayu mengatakan, akibat sanitasi yang buruk, dari tiap 1.000 bayi lahir, hamper 50 di antaranya meninggal karena diare sebelum usia 5 tahun. Sembilan puluh empat persen kasus diare disumbang oleh faktor lingkungan terkait dengan konsumsi air yang tidak sehat dan buruhnya sanitasi. "Selain diare, sanitasi yang buruk menyebabkan penyakit kulit dan ISPA," ujarnya.
Endang menyebutkan, dalam lima tahun terakhir investasi untuk sanitasi sudah meningkat pesat, yaitu Rp 5.000 per kapita pertahun. Padahal, investasi selama 30 tahun sebelumnya (1970-2000) hanya mencapai Rp 200 per kapita per tahun. Namun, kebutuhan tersebut masih jauh dari kebutuhan ideal karena baru 10 persen dari kebutuhan pelayanan sanitasi dasar yang seharusnya, yakni Rp 47.000 per kapita per tahun. Angka yang amat timpang tersebut menunjukkan betapa jauhnya sanitasi Indonesia telah tertinggal.
Armida Alisjahbana mengatakan, pemerintah telah merancang program percepatan pembangunan sanitasi perkotaan yang akan dijalankan pada periode 2010-2014. Agar program ini dapat berjalan efektif, maka dibutuhkan dukungan nyata yang terintegrasi dari berbagai sektor terkait di kalangan pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat.
"Konferensi Sanitasi Nasional II menjadi salah satu upaya penggalangan dukungan dan penciptaan pemahaman nasional yang kali ini bermisi meluaskannya kepada pejabat provinsi, kota/kabupaten, masyarakat luas, serta kepada pemerintah pusat," ungkapnya.

Sumber : Kompas Online

23 Sep 2011

Pemkab Harus Tangani Penderita Kaki Gajah

PANDEGLANG – Sejumlah ang­gota Komisi IV DPRD Pandeglang me­minta Pemkab melalui Dinas Ke­sehatan (Dinkes) Pandeglang segera menangani warga di Kam­pung Mataram, Desa Sukarame, Ke­camatan Carita, yang terkena pen­yakit kaki gajah.
Ketua Komisi IV DPRD Pan­deg­lang H Muhammad Yusuf me­minta Dinkes dan RSUD Berkah Pan­deg­lang turun ke lapangan me­man­tau perkembangan terakhir warga yang terkena penyakit kaki ga­jah. “Saat sekarang kan usia Em­bay (warga yang terkena pen­yakit kaki gajah-red) 30 tahun, ia mulai terkena penyakit ini sejak usia sembilan tahun. Masa Allah, lama banget. Saya minta tim medis tidak tinggal diam,” katanya, Senin (19/9).
Menurut Yusuf, penyakit kaki gajah yang diderita Embay harus segera ditangani untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. “Saya khawatir kalau tidak segera dirawat dia akan menderita ke­lum­puhan. Kalau seperti ini kan susah,” kata Yusuf seraya berjanji Komisi IV DPRD Pandeglang akan men­datangi kediaman Embay.
Maman Lukman, Sekretaris Ko­misi IV DPRD Pandeglang me­ngung­kapkan hal yang sama. Me­nurut dia, Dinkes Pandeglang harus membantu warga yang kurang mampu. “Penderita pen­yakit kaki gajah harus segera men­da­pat­kan pertolongan dan pe­nanga­nan oleh pihak rumah sakit,” pinta politisi asal PKS ini.
Sementara Kepala Bidang (Kabid) Pe­nanggulangan Penyakit Dinkes Pandeglang dr Asmani Raneyanti mengakui bahwa petugas kesehatan telah mendatangi kediaman Embay dengan berkoordinasi dengan aparat Puskesmas Carita.
Diberitakan sebelumnya, Embay (30), menderita penyakit kaki gajah sejak berusia sembilan tahun. Ia me­ngaku belum pernah ke dokter, rumah sakit atau puskesmas, karena ke­ter­batasan biaya. (mg-13/fau/zen)

Sumber : HU Radar Banten

Berita terkait : Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) & Pengobatannya
 

Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) & Pengobatannya

Penyakit Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Setelah tergigit nyamuk, parasit (larva) akan menjalar dan ketika sampai pada jaringan sistem lympa maka berkembanglah menjadi penyakit tersebut.

Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan, dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun demikian bagi penderita mungkin menjadi sesuatu yang dirasakan memalukan bahkan dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.

Penyakit Kaki Gajah umumnya banyak terdapat pada wilayah tropis. Menurut info dari WHO, urutan negara yang terdapat penderita mengalami penyakit kaki gajah adalah Asia Selatan (India dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika. Belakangan banyak pula terjadi di negara Thailan dan Indonesia (Asia Tenggara).


  • Penularan Penyakit Kaki Gajah

  • Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva dan akan ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghisap darah orang tersebut.

    Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah, Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.


  • Tanda dan Gejala Penyakit Kaki Gajah

  • Seseorang yang terinfeksi penyakit kaki gajah umumnya terjadi pada usia kanak-kanak, dimana dalam waktu yang cukup lama (bertahun-tahun) mulai dirasakan perkembangannya.

    Adapun gejala akut yang dapat terjadi antara lain :
    • Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat

    • Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit

    • Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)

    • Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah

    • Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
    Sedangkan gejala kronis dari penyakit kaki gajah yaitu berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).


  • Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Kaki Gajah

  • Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis darah, Sampai saat ini hal tersebut masih dirasakan sulit dilakukan karena microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja (nocturnal periodicity).

    Selain itu, berbagai methode pemeriksaan juga dilakukan untuk mendiagnosa penyakit kaki gajah. Diantaranya ialah dengan system yang dikenal sebagai Penjaringan membran, Metode konsentrasi Knott dan Teknik pengendapan.

    Metode pemeriksaan yang lebih mendekati kearah diagnosa dan diakui oleh pihak WHO adalah dengan jalan pemeriksaan sistem "Tes kartu", Hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk mendeteksi penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan cara mengambil sample darah sistem tusukan jari droplets diwaktu kapanpun, tidak harus dimalam hari.


  • Penanganan dan Pengobatan Penyakit Kaki Gajah

  • Tujuan utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah adalah membasmi parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh penderita, sehingga tingkat penularan dapat ditekan dan dikurangi.

    Dietilkarbamasin {diethylcarbamazine (DEC)} adalah satu-satunya obat filariasis yang ampuh baik untuk filariasis bancrofti maupun malayi, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini tergolong murah, aman dan tidak ada resistensi obat. Penderita yang mendapatkan terapi obat ini mungkin akan memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara dan mudah diatasi dengan obat simtomatik.

    Dietilkarbamasin tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan oral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. Dietilkarbamasin tidak diberikanpada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau
    dalam keadaan lemah.

    Namun pada kasus penyakit kaki gajah yang cukup parah (sudah membesar) karena tidak terdeteksi dini, selain pemberian obat-obatan tentunya memerlukan langkah lanjutan seperti tindakan operasi.


  • Pencegahan Penyakit Kaki Gajah

  • Bagi penderita penyakit gajah diharapkan kesadarannya untuk memeriksakan kedokter dan mendapatkan penanganan obat-obtan sehingga tidak menyebarkan penularan kepada masyarakat lainnya. Untuk itulah perlu adanya pendidikan dan pengenalan penyakit kepada penderita dan warga sekitarnya.

    Pemberantasan nyamuk diwilayah masing-masing sangatlah penting untuk memutus mata rantai penularan penyakit ini. Menjaga kebersihan lingkungan merupakan hal terpenting untuk mencegah terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah tersebut.

    Sumber : Media Info Penyakit dan Pengobatannya 

    21 Sep 2011

    Pasokan Obat RSUD Mulai Normal

    PANDEGLANG, (KB).- Pasokan obat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pandeglang mulai berangsur normal. Mulai selasa besok, pasokan obat akan tersedia setelah Pemkab Pandeglang mengeluarkan peraturan bupati mengenai akan dana talangan guna ketersediaan obat di rumah sakit.
    Sekretaris RSUD Pandeglang, Deni Kurnia Skm, MSi ketika ditemui Kabar Banten kemarin mengatakan, pemkab Pandeglang sudah mengeluarkan perbup. Perbup ini terkait dengan dana talangan obat.
    “Kami juga sudah mengontak sejumlah produsen obat untuk menyiapkan pasokan obat ke rumah sakit. Dana talangan yang disiapkan oleh pemda tersebut digunakan untuk pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit,” katanya.
    Deni menjelaskan, obat yang disiapkan oleh distributor mencapai 18 jenis obat. Seluruh obat ini merupakan obat yang paling banyak diserap dan dibutuhkan oleh pasien di RSUD berkah.
    Menurutnya, total dana talangan yang disiapkan sebesar Rp2,6 miliar. Dana ini merupakan total dana pengadaan obat untuk kebutuhan rumah sakit selama satu tahun. “Dengan adanya dana talangan ini, maka pasokan obat akan normal. Sebenarnya sudah sejak pekan kemarin perbup keluar. Namun kami harus memastikan obat akan tersedia oleh distributor,” katanya.
    Untuk jampersal, tambah Deni, total tagihan ke Kementrian Kesehatan sebesar Rp2,5 miliar. Dana ini, biasanya dibayarkan pertiga bulan. Karena pembayaran oleh Kementrian Kesehatan pertiga bulan, maka bisa mengganggu pasokan obat. Sebab, kata dia, pasien jampersal juga menggunakan obat yang disiapkan melalui pagu anggaran APBD. Selain pasien jampersal, pasien jamkesmas juga menggunakan obat yang sama. (H-18)***

    Sumber : HU Kabar Banten

    20 Sep 2011

    Ratusan Jamaah Calon Haji Tes Kesehatan

    SAKETI – Ratusan jamaah calon ha­ji (calhaj) tes kesehatan di Pus­kesmas Saketi, Selasa (13/9). Tes ke­sehatan ini dilakukan Dinas Ke­sehatan (Dinkes) Kabupaten Pan­deglang. Tes kesehatan ini me­rupakan salah satu syarat calhaj yang hendak berangkat ke Tanah Suci Mekah.
    Pantauan Radar Banten, warga ber­datangan ke puskesmas yang ber­lokasi di Kampung Pasir Angin, Desa Kadu Dampit, sejak pukul 07.00 WIB. Mereka terlihat ber­de­sak-desakan mengambil nomor antrean yang telah disediakan. Tes kesehatan dilakukan tim medis dari RSUD Berkah dan Puskesmas Saketi.
    Kepala Bidang (Kabid) Pe­nang­gulangan Penyakit dr Asmani Ra­me­yanti mengatakan bahwa jumlah cal­haj yang mengikuti tes pada h­ari pertama ini sebanyak 248 orang berasal dari 14 kecamatan yang ada di Pandeglang bagian se­latan. Tes ke­sehatan akan di­la­ku­kan selama tiga hingga Kamis (15/9) mendatang. “Besok (Rabu-red) kita akan me­la­ku­kan pe­me­rik­saan kesehatan se­banyak 231 cal­haj dari 13 ke­ca­matan yang ada di Pandeglang bagian tengah. Se­mentara, Kamis (15/9), ki­ta akan me­ngecek kesehatan 301 calhaj asal delapan kecamatan yang ada di Pandeglang perkotaan. Jumlah calhaj ada 780 orang,” katanya.
    Ditambahkan, cek kesehatan ter­bagi dalam tiga item pemeriksaan pen­yakit, yakni pemeriksaan jan­tung, hipertensi, dan maag. “Kita me­lihat bahwa tiga penyakit ter­sebut yang menyebabkan calhaj ti­dak optimal menjalankan iba­dah­nya di Tanah Suci,” terangnya.
    Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pan­deglang Iskandar mengatakan, selain mengecek kesehatan pi­hak­nya juga akan memberangkatkan tiga dokter dan tujuh perawat ke Ta­nah Suci. “Dari Pandeglang ada dua kloter (kelompok terbang-red) yak­ni kloter 38 dan 39. Insya Allah akan berangkat pada 24 Oktober men­datang. Satu dokter dan tiga pe­rawat ditempatkan pada tim ke­sehatan khusus, sementara ma­sing-masing satu dokter dan dua pe­rawat ditempatkan di tiap-tiap kloter,” ujarnya.
    Beberapa calhaj me­nge­luhkan lokasi pemeriksaan yang dilakukan hanya di satu tem­pat. “Kalau ke depan mah saya minta pemerintah melakukan cek ke­sehatan di beberapa puskesmas su­paya tidak lama antre,” ungkap Su­dari (56), calhaj asal Desa Sumur Batu, Kecamatan Cigeulis yang diamini calhaj lainnya. (mg-13/fau/zen)

    Sumber : HU Radar Banten

    Dana Talangan Rp 2,5 M untuk Obat

    PANDEGLANG – Pemkab Pandeglang akan memberikan dana talangan sebesar Rp 2,5 miliar untuk pengadaan obat di RSUD Berkah. Dana talangan ini disiapkan lantaran belum dicairkannya dana program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
    Direktur RSUD Berkah dr Susi Badrayanti mengatakan, Pemkab Pandeglang sebenarnya akan memberikan dana talangan pada akhir Juli lalu, namun karena pihak RSUD Berkah belum rampung membuat surat pertanggungjawaban (SPJ) terkait menipisnya obat, maka dana talangan terpaksa dicairkan pada pertengahan September. “Insya Allah dana talangan untuk obat Jamkesmas akan cair pada Senin (hari ini-red) sebesar Rp 2,5 miliar. Pada Selasa (20/9), ketersediaan obat di RSUD Berkah telah normal kembali seperti semula,” kata dr Susi di ruang kerjanya, Sabtu (17/9) lalu.
    Dikatakan dr Susi, dengan adanya dana talangan dari Pemkab Pandeglang tersebut otomatis keluhan pasien Jamkesmas selama ini terkait dengan ketersediaan obat di RSUD akan terjawab. “Obat ini ketersediannya hingga Desember mendatang,” akunya se­raya menyebut bahwa ke­langkaan obat di RSUD Berkah ter­jadi sejak Mei.
    Sekretaris RSUD Berkah Deni Kurnia menambahkan bahwa setelah dana talangan diterima maka manajemen RSUD Berkah selanjutnya akan menggelar rapat untuk membeli obat dari berbagai distributor. “Kita rencananya akan membeli obat ke 18 distributor baik di Jakarta maupun Bandung. Setelah ketersediaan obat tercukupi, tentunya pelayan kepada masyarakat akan maksimal,” ungkapnya.
    Dihubungi via ponsel, Kepala Dinas Pengelola Keuangan dan Penataan Aset (DPKPA) Pandeglang Parjiyo Sukarto membenarkan bahwa dana talangan sebesar Rp 2,5 miliar untuk Jamkesmas di RSUD Berkah akan segera dicairkan. “Kita tidak ingin pelayanan kesehatan terhadap masyarakat Pandeglang terganggu karena klaim dana Jamkesmas dari RSUD Berkah belum dicairkan Kemenkes,” katanya, Minggu (18/9).
    Menurut Parjiyo, pengu­cu­ran dana talangan ini telah di­atur dengan Peraturan Bu­pati (Perbup) tentang Jam­kes­mas dan Jaminan Per­salinan (Jampersal). “Nomor Perbup-nya saya lupa. Yang je­las, jika nanti dana Jam­kes­mas dari Kemenkes cair ma­ka akan kita masukkan da­­lam APBD (Anggaran Pen­dapatan dan Belanja Daerah-red),” ujarnya. (mg-13/fau/zen)

    Sumber : HU Radar Banten

    Disetujui, Pengeluaran Dana Talangan

    PANDEGLANG, (KB).- DPRD Pandeglang menyetujui rencana Pemkab Pandeglang untuk memberikan dana talangan kepada RSUD Pandeglang terkait kekosongan stok obat di rumah sakit. Hanya saja, pemberian dana talangan ini diharapkan tidak melanggar aturan yang berlaku serta sesuai dengan ketentuan.
    Ketua DPRD Pandeglang, Roni Bahroni dan Ketua Komisi IV, HM Yusuf yang dihubungi Kabar Banten kemarin mengaku setuju bila pemkab berencana memberikan dana talangan untuk membeli stok obat bagi kebutuhan rumah sakit.
    “Saya setuju bila memang pemerintah akan memberikan dana talangan untuk pengadan obat. Hanya saja, jangan sampai pemberian dana talangan ini melanggar ketentuan dan aturan yang berlaku,” kata Roni.
    Dia menjelaskan, pendidikan dan kesehatan merupakan pelayanan dasar dan menjadi prioritas bagi pemerintah daerah. Karenanya, wajar bila pemerintah daerah menyiapkan dana talangan untuk pengadaan obat di rumah sakit. Alasannya, sektor kesehatan adalah prioritas bagi pemerintah daerah.
    Roni menambahkan, rumah sakit yang merupakan tempat berobat jangan sampai kekurangan obat. Apalagi dengan alasan dana yang disiapkan untuk pengadaan obat habis. Apalagi pasien yang berobat dipastikan membutuhkan beragam jenis obat yang ada di rumah sakit.
    Hal serupa juga dikemukakan Ketua Komisi IV DPRD Pandeglang, HM. Yusuf. Dia mendesak kepada Pemkab Pandeglang untuk segera mengeluarkan dana talangan untuk ketersediaan obat di rumah sakit. Pelayanan pembelian obat terganggu karena ketiadaan pasokan di rumah sakit.
    “Anak saya berada di rumah sakit. Untuk membeli beberapa jenis obat, terpaksa harus di luar rumah sakit, karena persediaan obatnya habis,” kata Yusuf.
    Karena itu, ungkap dia, pihaknya mendesak Pemkab untuk tidak lamban dalam mengurusi persoalan ketiadaan obat ini. Pemkab harus bersikap proaktif menangani masalah ini, karena persoalan kesehatan bersentuhan langsung dengan masyarakat.
    “Banyak pasien yang terpaksa membeli obat di luar. Apalagi pasien yang menggunakan kartu jamkesmas atau jampersal dan lainnya. Pemerintah daerah harus peduli terhadap persoalan yang dihadapi oleh warganya,” kata Yusuf.
    Sebelumnya, Kepala DPKPA, Parjiyo Sukarto mengatakan, Pemkab Pandeglang siap untuk memberikan dana talangan untuk pembelian obat bagi kebutuhan rumah sakit bila memang memungkinkan. Pelayanan kesehatan, jangan sampai terganggu karena ketidaktersediaan obat yang dibutuhkan pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
    Direktur RSUD Pandeglang, Dr. Susi Badriyanti sebelumnya mengakui stok obat di RSUD Pandeglang kosong. Terkait itu, pihaknya sudah mengajukan permohonan bantuan kepada pemprov Banten serta berharap adanya tambahan dana dalam perubahan anggaran.
    Susi juga mengatakan, pelayanan dasar kesehatan kepada pasien di RSUD Pandeglang tetap seperti sedia kala. Soal kelangkaan obat-obatan Susi juga telah mengusahakan bantuan ke Pemprov Banten serta menunggu anggaran biaya tambahan dari APBD Perubahan.
    “Beberapa perusahan obat-obatan yang selama ini melakukan kerjasama dengan kami juga bersedia memenuhi kebutuhan obat-obatan. Jadi sebenarnya tidak ada masalah dan pelayanan dasar kepada pasien tidak terganggu. Sekarang juga RSUD penuh dan terlayani dengan baik,” kata Susi. (H-18)***

    Sumber : HU Kabar Banten

    19 Sep 2011

    Pemkab Siapkan Dana Talangan

    Terkait Obat Di RSUD Berkah Kosong

    PANDEGLANG, (KB).- Pemkab Pandeglang siap untuk memberikan dana talangan untuk pembelian obat bagi kebutuhan rumah sakit bila memang memungkinkan. Pelayanan kesehatan, jangan sampai terganggu karena ketidaktersediaan obat yang dibutuhkan pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
    Kepala DPKPA Pandeglang, Parjiyo Sukarto yang ditemui kemarin di pendopo Pemkab Pandeglang mengatakan, dana pembelian obat yang dialokasikan dari APBD murni mungkin saja tidak mencukupi kebutuhan pasien. Sebab, klaim obat ini juga dilakukan oleh pasien pengguna jamkesmas dan jampersal.
    “Klaim dari jampersal dan jamkesmas ini lambat. Bisa jadi akhirnya menggunakan obat-obat yang dibiayai oleh APBD murni. Bila memang klaimnya lancar mungkin tidak akan terjadi kekurangan obat,” katanya.
    Parjiyo mengatakan, klaim dana dari jampersal dan jamkesmas ini menunggu dari pusat, khususnya kementrian kesehatan. Setidaknya ada tempo untuk mengajukan klaim. Diperkirakan klaim untuk jamkesmas dan jampersal ini mencapai Rp5 miliar.
    Kepala DPKPA ini juga mengatakan, tidak menutup kemungkinan akan menyiapkan dana talangan untuk penyediaan obat di rumah sakit. Dana talangan ini disiapkan untuk memenuhi kebutuhan obat.
    “Dengan demikian, pelayanan kesehatan khususnya ketersediaan obat tidak terganggu. Persoalannya, dana talangan ini akan menjadi masalah atau tidak,” katanya.
    Pada perubahan anggaran nanti, Pemkab Pandeglang akan mengalokasikan dana untuk rumah sakit Pandeglang sebesar Rp7 miliar. Dana sebesar itu, untuk pengadaan obat maupun kebutuhan lain seperti jasa medis dan lainnya.
    Sebelumnya, direktur RSUD Pandeglang, Dr. Susi Badriyanti mengakui stok obat di RSUD Pandeglang kosong. Terkait itu, pihaknya sudah mengajukan permohonan bantuan kepada pemprov Banten serta berharap adanya tambahan dana dalam perubahan anggaran.
    Susi juga mengatakan, pelayanan dasar kesehatan kepada pasien di RSUD Pandeglang tetap seperti sedia kala. Soal kelangkaan obat-obatan Susi juga telah mengusahakan bantuan ke Pemprov Banten serta menunggu anggaran biaya tambahan dari APBD Perubahan.
    “Beberapa perusahan obat-obatan yang selama ini melakukan kerjasama dengan kami juga bersedia memenuhi kebutuhan obat-obatan. Jadi sebenarnya tidak ada masalah dan pelayanan dasar kepada pasien tidak terganggu. Sekarang juga RSUD penuh dan terlayani dengan baik,” kata Susi, Rabu (7/9). (H-18)***

    Sumber : HU Kabar Banten

    18 Sep 2011

    Obat Di RSUD Berkah Kosong

    PANDEGLANG, (KB).- Sejumlah wakil rakyat di Pandeglang marah besar terhadap buruknya pelayanan RSUD Pandeglang yang seolah membiarkan pasien dengan fasilitas jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Jaminan Persalinan (Jampersal), serta Asuransi Kesehatan (Askes) kesulitan mendapatkan kebutuhan obat-obatan. Padahal, kata para wakil rakyat, APBD dan APBN sudah begitu besar mengucurkan anggaran kesehatan bahkan hingga 20 persen untuk mengakomodasi pelayanan kesehatan masyarakat.
    “Saya prihatin mendengar jeritan pasien tidak mendapatkan pelayanan maksimal khususnya dibidang obat-obatan. Dalam waktu dekat,saya akan menjadwalka sidak ke RSUD dan mengklarifikasi persoalan ini ke jajaran RSUD. Saya minta pihak rumah sakit bertindak peka, ketika kondisi obat-obatan kosong,” tegas Ketua DPRD Pandeglang, Roni Bahroni kepada Kabar Banten, kemarin.
    Menurut Roni, pihak rumah sakit seharusnya mempersiapkan sarana dan prasarana termasuk obat-obatan pralebaran dan pscalebaram. Karena, kondisi pra dan pascalebaran banyak warga membutuhkan pelayanan kesehatan.
    “Pengalaman buruk ini jangan terulang lagi, karena kita ingin masyarakat tetap terlayani baik,” kata wakil rakyat dari Fraksi Demokrat.
    Senada dikatakan anggota F-Demokrat DPRD Pandeglang, Muhadi, pihaknya sangat berharap pihak rumah sakit segera memenuhi kebutuhan obat-obatan.Karena setiap tahun rumah saki selalu mendapatkan anggaran cukup dari pemerintah, termasuk bantuan alat kesehatan dan obat-obatan dari pemerintah.
    “Kami turut prihatin, dan sangat memaklumi keluhan masyarakat,” katanya.
    Keluhan
    Heru, salah seorang keluarga pasien merasa kesulitan mendapatkan obat-obatan untuk keluarganya yang dirawat.
    “Aneh, kok sampai terjadi obat kosong. Sampai suntikan juga tidak ada , ada apa ini. Sedangkan banyak pasien membutuhkan pelayanan pengobatan maksimal dari rumah sakit,”katanya.
    Sanada disampaikan Mulyana, keluarga pasien askes, pihaknya sangat prihatin melihat pelayanan pengobatan di rumah sakit ini. Setiap kali mendapatkan resep, petugas medis selalu meminta pasien membeli obat di apotik dengan alasan obat sedang kosong.
    Beberapa petugas rumah sakit di bagian Instalasi Gawat Darurat (IGD) menyatakan saat ini obat sedang kosong.
    “Memang benar persediaan obat sedang kosong. Kami juga tidak tahu sampai terjadi lelosonhan obat-oabatan, ” ujar petugas yang enggan disebutkan namanya. (H-38)***

    Sumber : HU Kabar Banten