ANAK berkebutuhan khusus (ABK) atau sekarang lebih dikenal dengan istilah difabel (different ability people) seperti tunanetra
(buta red), tunarungu-wicara (bisu-tuli red), tunagrahita (keterbelakangan
mental red) dan lain-lain banyak dijumpai di lingkungan masyarakat. Keberadaan
penyandang difabel tentu memerlukan perlakuan khusus baik dalam aspek
pendidikan maupun perhatian orang tua. Hal itu karena proses tumbuh kembang
anak difabel, telah mengalami kelainan baik secara fisik, mental dan emosional atau
tingkahlakunya. Itulah mengapa penyandang difabel dipandang dengan perasaan iba
bagi yang melihatnya.
Namun berbeda dari kebanyakan orang, Dokter yang satu ini bergerak
hatinya tak sebatas pada modal belas kasihan, melainkan pada kesadaran bahwa anak
difabel juga memiliki hak yang sama dengan anak-anak pada umumnya.
“Dahulu kebanyakan orang menyebut
mereka dengan “Anak Cacat”, walaupun sebenarnya anak-anak difabel sama seperti anak-anak normal lainnya. Tinggal
bagaimana mengembangkan potensi yang dimiliki dengan bantuan orang tua (orang
terdekat red),” kata Dokter Ubes, panggilan sehari-hari Dr. H. Achmad Chubaesi
Yusuf, Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Sp.KFR) usai menjadi
fasilitator pelatihan bagi keluarga difabel yang digelar Yayasan Harapan Dhuafa
(Harfa) di Cottage Villa Carita Asri, Pandeglang, baru-baru ini.
Menurut dokter Ubes, anak penyandang difabel juga memerlukan perlakuan
khusus dari orang terdekat. “Kita harus merubah ‘mintsed’ (cara pandang red)
yang beranggapan difabel itu lemah. Disinilah pentingnya motivasi dan perhatian
dari keluarga,” tuturnya.
Ditambahkan, baginya menjadi dokter mungkin sudah pilihan terbaik dari
Tuhan, sehingga dengan demikian, melalui karirnya sekarang sebagai dokter spesialis
rehabilitasi medik disejumlah rumah
sakit (RS) di Provinsi Banten, kini ia dedikasikan ilmu dan kemampuan yang
dimiliki untuk fokus melayani penyandang difabel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar