SEBAGAI ujung tombak tenaga kesehatan
yang dapat membantu masalah kesehatan ibu dan anak di setiap desa, peran bidan
desa (bides) sudah diakui masyarakat. Terlebih tugas yang diemban bides boleh
dibilang tak mengenal waktu, alias 24 jam.
Namun keberadaan
bides saat ini merupakan proses panjang dari hasil perjuangan dan dedikasinya
bekerja untuk masyarakat. Hal itu karena awalnya tak serta merta niat mulia
bidan langsung diterima seluruh masyarakat desa.
Seperti yang
dialami Bidan Rusmiati, Amd.Keb. salah seorang bides yang bertugas di Desa
Panacaran Kecamatan Munjul.
Menurutnya, adat
masyarakat setempat serta kebiasaan ibu hamil dan melahirkan di tolong paraji
yang telah dilakukan secara turun-temurun tak gampang dirubah begitu saja.
Oleh karena itu, bertemu
langsung dengan masyarakat dan kemitraan dengan paraji menjadi salah satu
kewajiban bagi seorang bides diawal masa
penugasannya. “Tak hanya harus melayani di Pos Kesehatan Desa (poskesdes) atau
Posyandu, kalau perlu kita mendatangi masyarakat langsung sampai ke pelosok kampung-kampung,”
kata Rusmiati, Sang Bidan Desa Teladan 2012 yang baru saja mengikuti tahapan
seleksi tenaga kesehatan tingkat Provinsi Banten, beberapa waktu lalu.
Tak sampai disitu,
Rusmiati pun mengingatkan, bagi bidan yang bertugas di desa dituntut memiliki kemampuan untuk berkomunikasi, melakukan konseling
dan kemampuan menggerakkan masyarakat. Itulah yang diakuinya sebagai modal
penting bagi seorang bidan, selain dukungan ketersediaan program seperti jaminan
kesehatan masyarakat (Jamkesmas) atau jaminan persalinan (Jampersal) yang sudah
berjalan ditingkat Puskesmas.
Perjuangan dan dedikasinya menjalin kemitraan dengan Paraji
dan Kader Posyandu patut mendapat apresiasi. Melalui upayanya itu kini Desa
Panacaran menjadi penyumbang cakupan program kesehatan ibu dan anak (KIA) yang
sangat signifikan dalam hal pemeriksaan ibu hamil (93,5%) dan pertolongan
persalinan oleh nakes yang mencapai 91,7 persen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar