NASIB malang
menimpa Par(30) salah seorang warga Desa Pasirtangkil Kecamatan Warunggunung
Kabupaten Lebak. Sejak dua tahun lalu Ia terpaksa harus rela dipasung
keluarganya akibat menderita gangguan kejiwaan yang diderita Par sejak tujuh
tahun silam
Keluarga Par beralasan tindakan pemasungan menjadi pilihan
setelah pihaknya mencari pengobatan alternatif selama beberapa tahun, namun tak
kunjung sembuh. Bahkan, belakangan perilaku menyimpang Par dianggap
membahayakan anggota keluarga yang lain dan kerap mengganggu warga sekitar.
Karena itu kemudian kedua kaki Par dipasung dengan
kungkungan balok dan diisolasi dalam ruangan yang mirip sebuah gubug berukuran
2 x 3 meter dibelakang rumahnya.
Ditempat inilah, Par telah tinggal selama dua tahun terakhir
dengan beralaskan tempat tidur terbuat dari anyaman bambu (bale red) yang
berdinding bilik, kontras dengan rumah keluarga Par yang berdinding permanen
dengan atap genting yang kokoh.
Bagi keluarga Par, langkah pemasungan yang dilakukan
merupakan pilihan pahit, terutama bagi sang ibu Par yang menyebutnya sangat
menyakitkan. Namun, pilihan tersebut terpaksa diambil karena untuk pengobatan
ke rumah sakit jiwa (RSJ) memerlukan biaya yang besar.
Karena alasan ketidakmampuan secara ekonomi dan minimnya
akses informasi pelayanan kesehatan gangguan jiwa di rumah sakit itulah
akhirnya Par yang lulusan SLTP dan sempat bekerja di salah satu perusahaan di
Jakarta itu menjadi korban pasung.
Beruntung kondisi yang dialami Par tidak berlanjut. Kamis (7/6)
akhir pekan kemarin sejumlah Relawan Anti Pasung (RAP) datang membebaskan Par
dari kungkungan balok yang terikat kuat pada kedua kakinya. Tak hanya itu, tim
RAP yang didampingi Tim Medis RSB Permata Ibunda dan Tim Psikiater Keliling RSJ
Grogol akhirnya berhasil mengevakuasi Par, setelah sebelumnya mendapat
persetujuan keluarganya.
Bersama korban-korban pasung lainnya yang telah dibebaskan
tim RAP, hari itu sekitar pukul 13.30 Wib, Par diberangkatkan dengan mobil
ambulan untuk menjalani pengobatan rawat
inap di RSJ Grogol Jakarta.
Bantuan penyandang dana
Salah seorang tim RAP dari divisi surveyor, Andi Prasetyo
mengatakan korban pasung berinisial Par diketahui keberadaannya berdasarkan
informasi yang diterima dari tetangga korban.
Andi yang didampingi anggota relawan lainnya Anisul Fuad dan
Humas RAP Ratu Afifah, mengungkapkan, kendati wilayah operasi RAP berada di
Kabupaten Pandeglang, timnya menindaklajuti laporan tersebut walaupun Par
domisili di Kabupaten Lebak. “Kami mendapat informasi korban pasung Par sejak
sebulan lalu, kemudian kami sempat survei lokasi dan bertemu keluarganya,”
ungkapnya.
Andi menjelaskan, pihak RAP menjamin tidak ada beban biaya
apapun bagi keluarga korban pasung yang ditanganinya. “Seluruh operasional kami
sudah ditanggung dr. Suradal, SPOG sebagai penyandang dana relawan,” jelasnya.
Sementara itu Koordinator Indonesia Bebas Pasung Hj. Mei
Wijaya, SKM, MARS menegaskan komitmennya untuk membantu masyarakat penderita
gangguan jiwa dan korban pasung. Ia menyatakan kesedian memfasilitasi
pengobatan gangguan jiwa yang ditanganinya sampai sembuh, baik itu menggunakan
fasilitas program Jamkesmas yang dimiliki keluarga miskin atau jaminan
kesehatan daerah (Jamkesda) masing-masing kabupaten/kota. “Insya Allah pasien
gangguan jiwa bisa disembuhkan. Sudah banyak yang bekerja kembali seperti
layaknya orang normal,” kata Mei seraya menyebut bagi keluarga pasien yang
tidak memiliki kartu Jamkesmas atau Jamkesda seluruh biaya pengobatannya akan
dicarikan melalui bantuan penyandang dana. (mr.adesetiawan@gmail.com)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar