PERAN “emak” paraji (dukun beranak red) sebagai sosok tokoh
perempuan yang dituakan dan dipercaya ibu hamil (bumil) saat proses kelahiran
sudah ada sejak jaman dahulu. Keberadaannya dipastikan muncul sejak awal
peradaban manusia di muka bumi, meski dengan istilah sebutan yang berbeda-beda
di setiap daerah dan negara. Secara alamiah saat itu dan sebagai manusia yang
memiliki akal budi, paraji diperlukan guna mengantarkan seorang ibu melahirkan
secara manusiawi mulai ketika hamil, hingga mengiringi proses persalinan dan merawat
ibu dan bayinya sekaligus.
Tradisi itu sudah berlangsung turun temurun, melampaui ruang dan waktu yang sangat panjang sampai sekarang.Oleh karena itu tak mudah merubah kebiasaan tersebut, apalagi serta merta menghilangkan peran paraji yang konon memiliki kelebihan soal pelayanan paripurnanya seperti mampu memijat atau memcuci pakaian ibu melahirkan.
Tradisi itu sudah berlangsung turun temurun, melampaui ruang dan waktu yang sangat panjang sampai sekarang.Oleh karena itu tak mudah merubah kebiasaan tersebut, apalagi serta merta menghilangkan peran paraji yang konon memiliki kelebihan soal pelayanan paripurnanya seperti mampu memijat atau memcuci pakaian ibu melahirkan.
Kondisi saat ini, eksistensi paraji masih banyak ditemui baik di kota
terlebih dipedesaan, kendati seluruh desa/kelurahan di Kabupaten Pandeglang sudah
ditempati para bidan.
Namun, seiring perkembangan ilmu kebidanan dan pengetahuan masyarakat tentang
perilaku hidup bersih dan sehat, memang peran paraji mulai bergeser. Namun
eksistensinya di mata warga setempat tak tergantikan. Setidaknya, bagi sebagian
anggota masyarakat peran paraji sebagai pendamping proses persalinan
keberadaannya masih dibutuhkan.
Peran paraji yang masih eksis di Kabupaten Pandeglang itu diakui Kepala Seksi Kesehatan Ibu, Anak dan Remaja (KIAR) Dinkes Pandeglang Bidan Hj. Eniyati, SKM.
Peran paraji yang masih eksis di Kabupaten Pandeglang itu diakui Kepala Seksi Kesehatan Ibu, Anak dan Remaja (KIAR) Dinkes Pandeglang Bidan Hj. Eniyati, SKM.
Dia mengatakan, selain proses persalinan harus ditangani tenaga
kesehatan terlatih (bidan red), masih banyak ibu hamil di wilayah Pandeglang yang
melahirkan ingin didampingi paraji. Karenanya, tutur Eniyati paraji sekarang
perlu dirangkul, diajak kerja sama (kemitraan red), terutama oleh para Bidan yang
bertugas memberikan pertolongan persalinan
“Kemitraan paraji dengan bidan terutama yang ditempatkan sebagai bidan
desa (Bides) tidak mengesampingkan peran paraji dilingkungannya. Tugas dan
fungsi bidan tetap sebagai penolong
persalinan ibu melahirkan, sedangkan paraji berperan sebagai pendamping atau membantu pasca persalinan, termasuk merujuk bila ada ibu hamil atau akan melahirkan” jelas Eniyati disela-sela mengikuti pertemuan kemitraan bidan-paraji yang diikuti puluhan paraji perwakilan 19 puskesmas se Kabupaten Pandeglang, Kamis (3/1) kemarin.
persalinan ibu melahirkan, sedangkan paraji berperan sebagai pendamping atau membantu pasca persalinan, termasuk merujuk bila ada ibu hamil atau akan melahirkan” jelas Eniyati disela-sela mengikuti pertemuan kemitraan bidan-paraji yang diikuti puluhan paraji perwakilan 19 puskesmas se Kabupaten Pandeglang, Kamis (3/1) kemarin.
Eniyati yang juga Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kabupaten Pandeglang
mengungkapkan, dalam proses kemitraan yang telah digalang para bidan desa
Kabupaten pandeglang sejak sepuluh tahun lalu itu, keduanya telah menyepakati
peran masing-masing. “Kemitraan bidan paraji akan terus kita perkuat dalam rangka
menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di
Pandeglang,” tandasnya. (red)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar