5 Des 2011

Penanggulangan AIDS Menunggu Langkah Konkret KPA Pandeglang

AIDS di Kab Pandeglang, Banten: Penanggulangan Menunggu Langkah Konkret KPA

 

Bupati Pandeglang, Prov Banten, Erwan Kurtubi, mengaku prihatin dengan banyaknya kasus HIV/AIDS di Pandeglang. Padahal, 10 atau 20 tahun lalu tidak terdengar di Pandeglang ada penderita HIV/AIDS terlebih daerah ini terkenal sebagai kota santri. Karena itu, Komisi Penganggaulan HIV/AIDS (KPA) Pandeglang harus mengambil langkah serius (Penderita AIDS Terus Bertambah, Harian “Kabar Banten”, 14/10-2011). 

Pernyataan di atas menunjukkan pemahaman yang tidak komprehensif terkait dengan epidemi HIV. Secara statistik rata-rata masa AIDS mulai muncul antara 5 – 15 tahun setelah tertular HIV. Tentulah 10 atau 20 tahun yang lalu belum ada kasus HIV/AIDS yang terdeteksi di Pandeglang.

Saat itu kemungkinan baru terjadi penularan baik di wilayah Pandeglang maupun di luar Pandeglang. Artinya, penduduk Pandeglang melakukan perilaku berisiko tertular HIV di Pandeglang atau di luar Pandeglang.
Penduduk Pandeglang yang berisiko tertular HIV adalah:

(a). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di Kab Pandeglang atau di luar Kab Pandeglang.

(b) Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti tanpa kondom di Kab Pandeglang atau di luar Kab Pandeglang.

(c). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek cafe’, ’cewek pub’, ’cewek panti pijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG’, ’pelacur kelas tinggi’, ’call girl’, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai di Kab Pandeglang atau di luar Kab Pandeglang.

Pertanyaannya adalah: Apakah Pemkab Pandeglang bisa menjamin bahwa 100 persen penduduk Kab Pandeglang tidak pernah melakukan kegiatan (a), (b) dan (c)?

Kalau jawabannya YA, maka kasus HIV/AIDS yang terdeteksi di Kab Pandeglang bukan pada penduduk, asli atau pendatang, Kab Pandeglang.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK, maka sudah ada penduduk Kab Pandeglang yang mengidap HIV/AIDS, tapi belum terdeteksi. Tidak mengherankan kalau kemudian Dinas Kesehatan Pandeglang mencatat ada enam kasus pada tahun 2010 dan tiga kasus tahun 2011.

Angka itu tentu tidak menggambarkan kasus riil di masyarakat karena bisa saja ada yang tertular di sekitar tahun 2010 sehingga masa AIDS baru muncul 5 atau 15 tahun yang akan datang.

Disebutkan oleh Bupati, pemerintah berkewajiban mengupayakan langkah pencegahan terutama di kalangan generasi muda dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan tertular seperti orang miskin, perempuan, dan anak-anak.

Pernyataan itu tidak akurat karena mata rantai penyebar HIV yang sangat potensial adalah laki-laki dewasa. Selain menularkan HIV kepada istrinya laki-laki dewasa yang mengidap HIV akan menularkan HIV kepada perempuan lain, seperti istri, selingkuhan, pacar atau pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung.

Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga membuktikan penyebaran yang dilakukan oleh laki-laki dewasa.

Kerentanan terhadap HIV tidak ada kaitannya secara langsung dengan kemiskinan dan usia. Setiap orang rentan tertular HIV jika perilakunya berisiko yaitu melakukan kegiatan (a), (b) atau (c).

Jika Pemkab Pandeglang mengabaikan penyebaran HIV karena tidak ada lokasi atau lokalisasi pelacuran, maka ledakan AIDS akan mengintai Pandeglang karena penduduk bisa saja melakukan perilaku berisiko di luar Pandeglang. ***[Syaiful W. Harahap]***

Sumber: kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar