4 Okt 2011

70 Juta Warga Tak Miliki Akses Sanitasi

Sekitar 70 juta penduduk Indonesia dewasa ini belum memiliki akses terhadap sanitasi. Sekitar 19 juta orang di antaranya hidup di perkotaan dengan daya dukung lingkungan yang kritis.
Hal itu mengakibatkan lebih dari 14.000 ton tinja per hari dan 176.000 meter kubik urine per hari mencemari 75 persen sungai. Masyarakat pun harus membayar rata-rata 27 persen lebih mahal untuk air bersih perpipaan.
Demikian benang merah yang terungkap pada Konferensi Sanitasi Nasional 2009, Selasa (8/12) di Jakarta. Tampil sebagai narasumber adalah Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, serta Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepa- la Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana.
Wakil Presiden Boediono pada saat pembukaan konferensi menegaskan, tahun 2014 ditargetkan tidak ada lagi orang Indonesia yang buang air besar sembarangan. Ia menyambut baik pelaksanaan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman demi mencapai target 2014.
”Pemerintah sudah meningkatkan perhatian terhadap pentingnya sanitasi dengan mengarusutamakan sanitasi dalam proses pembangunan, baik di tingkat pusat maupun daerah, dan meningkatkan alokasi anggaran penyediaan pelayanan sanitasi dasar,” ujarnya.
Pemerintah, lanjut Boediono, juga melibatkan masyarakat secara langsung, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasinya. Pihak swasta pun telah mulai berperan untuk membantu percepatan pembangunan.
Menteri Kesehatan mengatakan, akibat sanitasi yang buruk, dari setiap 1.000 bayi lahir, hampir 50 orang di antaranya meninggal karena diare sebelum usia 5 tahun.
”Sekitar 94 persen kasus diare disumbang oleh faktor lingkungan terkait dengan konsumsi air yang tidak sehat dan buruknya sanitasi. Selain diare, sanitasi yang buruk menyebabkan penyakit kulit dan ISPA,” ujarnya.
Buruknya sanitasi juga turut menurunkan nilai Human Development Index (HDI). Indonesia, misalnya, hanya menempati urutan ke-41 dari 102 negara berkembang di dunia.
Berdasarkan studi Bank Dunia yang dilakukan tahun 2007, potensi kerugian ekonomi akibat sanitasi yang buruk sekitar Rp 58 triliun per tahun. Jumlah ini setara dengan 2,3 persen GDP.
Endang menyebutkan, dalam lima tahun terakhir investasi untuk sanitasi sudah meningkat pesat, yaitu Rp 5.000 per kapita per tahun. Padahal investasi selama 30 tahun sebelumnya (1970- 2000) hanya mencapai Rp 200 per kapita per tahun. Namun, kebutuhan itu masih jauh dari ideal karena baru 10 persen dari kebutuhan pelayanan sanitasi dasar yang seharusnya, yakni Rp 47.000 per kapita per tahun.
”Angka yang amat timpang tersebut menunjukkan betapa jauhnya sanitasi Indonesia telah tertinggal,” kata Endang.
Armida Alisjahbana mengatakan, pemerintah telah merancang program percepatan pembangunan sanitasi perkotaan yang akan dijalankan pada periode 2010-2014. Agar program ini dapat berjalan efektif, dibutuhkan dukungan nyata yang terintegrasi dari berbagai sektor terkait di kalangan pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat.
”Konferensi Sanitasi Nasional II menjadi salah satu upaya penggalangan dukungan dan penciptaan pemahaman nasional yang kali ini bermisi meluaskannya kepada pejabat provinsi, kota/kabupaten, masyarakat luas, serta kepada pemerintah pusat,” ungkapnya. (NAL)

Sumber : Kompas Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar