7 Okt 2011

Ibu Bekerja Bukan Alasan Menghentikan ASI Eksklusif

Anak merupakan generasi penerus sumberdaya manusia masa depan untuk melanjutkan pembangunan. Oleh karenanya kita harus memberikan lingkungan kondusif agar anak dapat tumbuh dan berkembang optimal, sehat, cerdas dan memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. 

Salah satu upaya yang paling mendasar untuk menjamin pencapaian kualitas tumbuh kembang anak secara optimal sekaligus memenuhi hak anak adalah memberikan makanan terbaik bagi anak sejak lahir hingga usia dua tahun.

Pola pemberian makanan terbaik bagi bayi dan anak menurut para ilmuwan dunia dan telah menjadi rekomendasi WHO adalah memberikan hanya ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan; meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 24 bulan; dan memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) kepada bayi mulai usia 6 bulan.

Sayangnya, pada ibu pekerja, terutama di sektor formal, sering kali mengalami kesulitan memberikan ASI eksklusif kepada bayinya karena keterbatasan waktu dan ketersediaan fasilitas untuk  menyusui di tempat kerja. Dampaknya, banyak ibu yang bekerja terpaksa beralih ke susu formula dan menghentikan memberi ASI secara eksklusif.

Demikian sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI, yang dibacakan oleh Dirjen Bina Gizi dan KIA, Dr.dr. Slamet Riyadi Yuwono,DTM&H, MARS,MKes saat membuka seminar Penguatan Pemberian ASI di Tempat Kerja di Jakarta, pada Selasa (27/09). Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka mensukseskan momentum Pekan ASI Sedunia (World Breastfeeding Week) yang jatuh pada awal Agustus 2011 lalu.

“Dalam pemberian ASI salah satu tantangan kita adalah upaya meningkatkan cakupan pemberian ASI secara eksklusif”, ujar dr. Ratna Rosita.

Mengutip hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004-2009, cakupan pemberian ASI eksklusif pada seluruh bayi dibawah 6 bulan (0–6 bulan) meningkat dari 58,9% pada tahun 2004 menjadi 61,3% pada tahun 2009. Begitu juga dengan cakupan bayi yang mendapat ASI eksklusif terus menerus dari usia 0 sampai 6 bulan juga meningkat dari 19,5% tahun 2005 menjadi 34.3% pada tahun 2009.

Meskipun terdapat kenaikan cakupan, tetapi keadaan ini belum menggembirakan. Mengingat, jumlah pekerja perempuan di Indonesia, mencapai sekitar 40,74 juta jiwa, dengan jumlah pekerja pada usia reproduksi berkisar sekitar 25 juta jiwa yang kemungkinan akan mengalami proses kehamilan, melahirkan dan menyusui selama menjadi pekerja. Karena itu, dibutuhkan perhatian yang memadai agar status ibu  yang bekerja tidak lagi menjadi alasan untuk menghentikan pemberian ASI Ekslusif.

Pada kesempatan ini, Sesjen Kemenkes RI mengimbau kepada para pengusaha, pengelola tempat kerja/perkantoran baik milik pemerintah maupun swasta untuk dapat mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemberian ASI eksklusif kepada bayi sampai umur 6 bulan melalui upaya-upaya yaitu: memberikan kesempatan kepada pekerja perempuan yang masih menyusui  untuk memberikan ASI kepada bayi/anaknya selama jam kerja; menyediakan tempat untuk menyusui bayinya berupa ruang  ASI dan tempat penitipan anak apabila kondisi tempat kerja memungkinkan untuk membawa bayi/anaknya; atau menyediakan ruang  dan sarana prasarana untuk memerah ASI dan menyimpan ASI ditempat kerja, agar ibu selama bekerja tetap dapat memerah ASI untuk selanjutnya dibawa pulang setelah selesai bekerja.
Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 128 mengamanatkan setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, Hal ini didukung oleh Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 83 menyebutkan bahwa pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilaksanakan selama waktu kerja. Saat ini, kementerian Kesehatan sedang menyiapkan Peraturan Pemerintah Tentang Pemberian Air Susu Ibu sebagai dasar pelaksanaan kebijakan tersebut.

Hakekatnya semua ibu yang bekerja atau yang mempunyai kesibukan di rumah atau di luar rumah, hendaknya mencari informasi yang lengkap antara lain mengenai manfaat ASI dan menyusui serta bagaimana mengelola ASI, tegas dr. Ratna.

Pembicara dalam kegiatan yang diikuti oleh sekitar 300 peserta ini, yaitu Dirjen Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI; Dirjen Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI; Perwakilan Sentra Laktasi-Selasi; Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO); Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI); Perwakilan Perusahaan; dan Testimoni pekerja yang sukses dalam memberikan ASI Eksklusif (Pretty Berliana-Marketing Direktur PT. Good Year Indonesia).

Turut hadir dalam seminar ini, Pejabat Eselon 1 dan 2  di lingkungan Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu II; Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Para  Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se-Jabodetabek; Para Pimpinan atau yang mewakili Perusahaan, BUMN  se-Jabodetabek; Para Pimpinan atau Wakil-wakil Organisasi Profesi, Asosiasi, Ormas yang terkait di Bidang Kesehatan Kerja; dan Para Pimpinan atau Wakil-wakil Organisasi Profesi, Asosiasi, Ormas yang terkait ASI.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faksilimi: 021- 52960661, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC) 021-500567, atau e-mail ke kontak@depkes.go.id.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar