25 Mar 2015

Hari TBC Sedunia : Sulitnya Menghapus Penyakit Tuberkulosis


Pada 24 Maret 1882, mikrobiolog Jerman Robert Koch berhasil mengidentifikasi kuman penyebab infeksi tuberkulosis (TB). Tanggal 24 Maret pun akhirnya selalu diperingati sebagai Hari Tuberkulosis Sedunia. Namun, hinga kini belum ada negara yang bebas dari TB, termasuk di Indonesia.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan, data terakhir tahun 2013, ada sekitar 400.000 hingga 500.000 kasus TB baru di Indonesia.
Menurut Tjandra, ada beberapa alasan penyakit TB belum juga hilang. Ia mengatakan, ada sepertiga penduduk dunia, lebih dari 2 miliar orang yang pernah tertular kuman TB. Namun, kuman tersebut “tidur” atau tidak aktif sehingga orang tersebut tidak terlihat sakit.
“Kalau daya tahan tubuh orang itu turun maka sang kuman yang 'tidur' akan bangkit dan menimbulkan sakit TB aktif,” kata Tjandra saat dihubungi, Selasa (24/3/2015).
Penularan di masyarakat pun terus berlangsung karena ada jutaan orang sakit TB aktif di dunia. Alasan lain sulitnya menghilangkan penyebaran kuman TB yaitu berasal dari pasien TB sendiri. Banyak pasien yang tidak patuh menjalani pengobatan hingga tuntas.
“Waktu pengobatan yang harus 6 bulan terasa terlalu lama, sehingga cukup banyak yang berhenti sebelum tuntas, dan penyakitnya belum hilang,” terang dia.
Kemudian, eliminasi penyakit TB juga terhambat dengan adanya masalah baru, seperti TB dengan diabetes mellitus, TB HIV,  MDR TB, TB rokok dan TB pada Perempuan. Penularan juga dapat terus terjadi jika belum semua pasien TB datang untuk berobat. Menurut Tjandra, hal ini berkaitan dengan situasi sosial dan ekonomi masyarakat.
Tjandra mengatakan, pada World Health Assembly seluruh negara anggota WHO pun telah bersepakat untuk menghentikan epidemi global penyakit tuberkulosis dengan melakukan WHO’s End TB Strategy  dalam waktu 20 tahun (2015-2035).
“Kegiatannya harus berorientasi ke pasien, harus ada kebijakan dan sistem untuk pencegahan dan perawatan, dan peningkatan riset dan inovasi. Semua harus kita lakukan bersama untuk menghentikan epidemi tuberkulosis dan mengeliminasi TB dari Indonesia dan dari muka bumi,”  jelas Tjandra.