24 Nov 2013

Puskesmas Akan Layani Pasien Gangguan Jiwa


JUMLAH penderita gangguan jiwa di Indonesia masih tinggi. Kemenkes memperkirakan sebanyak 11,6 persen dari total penduduk indonesia atau sekitar 19 juta jiwa mengalami gangguan mental emosional termasuk depresi. Melihat tingginya angka penderita gangguan jiwa, Kemenkes akan menggiatkan layanan kejiwaan di Puskesmas.
Menkes Nafsiah Mboi menuturkan, nan­tinya puskesmas akan memberikan pela­yanan kesehatan jiwa. Setidaknya, pada tahun 2014 nanti, ditargetkan 60 persen Puskesmas bisa melayani pasien gangguan jiwa.””Kita akan berikan pelatihan tenaga kesehatan sehingga nantinya mampu me­la­kukan pelayanan pencegahan atau mem­bantu pasien gangguan jiwa. Mereka akan berikan konseling yang harus bermanfaat untuk kesehatan jiwa dari kandungan sampai orang tua,” jelas Nafsiah di Jakarta, kemarin (14/10).
Menteri 72 tahun tersebut, menuturkan, pelatihan yang diberikan baru sebatas pelayanan bagi pa­sien dengan gangguan jiwa ri­ngan. Se­men­tara pasien de­ngan gang­guan jiwa berat ha­rus dirujuk ke ru­mah sakit. ”Ke­tika masih tahap ri­ngan, tidak perlu dibawa ke rumah sakit dan cukup” men­dapatkan pera­watan atau kon­seling di rumah. Kalau sudah berat, harus dibawa ke rumah sakit,” tuturnya.
Selain itu, Nafsiah juga memaparkan bahwa peran teman atau keluarga sangat penting bagi kesembuhan para pasien gangguan jiwa. Dia mengingatkan, orang-orang terdekat juga harus mewaspadai gejala-gejala gangguan jiwa, baik berat maupun ringan. ”Penting sekali orang terdekat untuk mengetahui gejala gangguan jiwa sejak awal. Kalau memang sudah ada gejalanya, harus dibawa ke tenaga kesehatan terlatih untuk dilakukan konseling. Jangan sampai bunuh diri,”paparnya.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan World Federation of Mental Health, hasil survei yang dilakukan oleh dokter ke­­luarga, menunjukkan bahwa penderita depresi yang menunda berobat lebih dari 11 bulan, akan mengalami keterlambatan dalam pemulihan gangguan depresinya. Padahal, depresi dan gangguan mental emo­sional lainnya dapat dicegah melalui prog­ram promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. ”Sehingga tercapai kondisi jiwa sehat yang ditandai dengan perasaan sehat dan bahagia, mampu menghadapi tan­tangan hidup, dapat menerima orang lain, dan punya sikap positif,” kata Nafsiah.”
Untuk itu, Nafsiah menekankan, kepada seluruh masyarakat agar masalah kesehatan jiwa, diperhatikan sejak masa kehamilan sampai usia lanjut. (Sumber:www.radarbanten.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar