11 Jun 2012

Pemasungan Penderita Gangguan Jiwa Tidak Manusiawi


Salah seorang warga Kabupaten Lebak penderita gangguan jiwa dipasung yang berhasil dievakuasi Relawan Anti Pasung (RAP) setelah dua tahun dalam kungkungan balok pasung. Foto diambil Kamis (7/6) kemarin.

NASIB malang menimpa Par(30) salah seorang warga Desa Pasirtangkil Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak. Sejak dua tahun lalu Ia terpaksa harus rela dipasung keluarganya akibat menderita gangguan kejiwaan yang diderita Par sejak tujuh tahun silam
Keluarga Par beralasan tindakan pemasungan menjadi pilihan setelah pihaknya mencari pengobatan alternatif selama beberapa tahun, namun tak kunjung sembuh. Bahkan, belakangan perilaku menyimpang Par dianggap membahayakan anggota keluarga yang lain dan kerap mengganggu warga sekitar.
Karena itu kemudian kedua kaki Par dipasung dengan kungkungan balok dan diisolasi dalam ruangan yang mirip sebuah gubug berukuran 2 x 3 meter dibelakang rumahnya.
Ditempat inilah, Par telah tinggal selama dua tahun terakhir dengan beralaskan tempat tidur terbuat dari anyaman bambu (bale red) yang berdinding bilik, kontras dengan rumah keluarga Par yang berdinding permanen dengan atap genting yang kokoh.
Bagi keluarga Par, langkah pemasungan yang dilakukan merupakan pilihan pahit, terutama bagi sang ibu Par yang menyebutnya sangat menyakitkan. Namun, pilihan tersebut terpaksa diambil karena untuk pengobatan ke rumah sakit jiwa (RSJ) memerlukan biaya yang besar.
Karena alasan ketidakmampuan secara ekonomi dan minimnya akses informasi pelayanan kesehatan gangguan jiwa di rumah sakit itulah akhirnya Par yang lulusan SLTP dan sempat bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta itu menjadi korban pasung.
Beruntung kondisi yang dialami Par tidak berlanjut. Kamis (7/6) akhir pekan kemarin sejumlah Relawan Anti Pasung (RAP) datang membebaskan Par dari kungkungan balok yang terikat kuat pada kedua kakinya. Tak hanya itu, tim RAP yang didampingi Tim Medis RSB Permata Ibunda dan Tim Psikiater Keliling RSJ Grogol akhirnya berhasil mengevakuasi Par, setelah sebelumnya mendapat persetujuan keluarganya.
Bersama korban-korban pasung lainnya yang telah dibebaskan tim RAP, hari itu sekitar pukul 13.30 Wib, Par diberangkatkan dengan mobil ambulan  untuk menjalani pengobatan rawat inap di RSJ Grogol Jakarta.
Bantuan penyandang dana
Salah seorang tim RAP dari divisi surveyor, Andi Prasetyo mengatakan korban pasung berinisial Par diketahui keberadaannya berdasarkan informasi yang diterima dari tetangga korban.
Andi yang didampingi anggota relawan lainnya Anisul Fuad dan Humas RAP Ratu Afifah, mengungkapkan, kendati wilayah operasi RAP berada di Kabupaten Pandeglang, timnya menindaklajuti laporan tersebut walaupun Par domisili di Kabupaten Lebak. “Kami mendapat informasi korban pasung Par sejak sebulan lalu, kemudian kami sempat survei lokasi dan bertemu keluarganya,” ungkapnya.
Andi menjelaskan, pihak RAP menjamin tidak ada beban biaya apapun bagi keluarga korban pasung yang ditanganinya. “Seluruh operasional kami sudah ditanggung dr. Suradal, SPOG sebagai penyandang dana relawan,” jelasnya.
Sementara itu Koordinator Indonesia Bebas Pasung Hj. Mei Wijaya, SKM, MARS menegaskan komitmennya untuk membantu masyarakat penderita gangguan jiwa dan korban pasung. Ia menyatakan kesedian memfasilitasi pengobatan gangguan jiwa yang ditanganinya sampai sembuh, baik itu menggunakan fasilitas program Jamkesmas yang dimiliki keluarga miskin atau jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) masing-masing kabupaten/kota. “Insya Allah pasien gangguan jiwa bisa disembuhkan. Sudah banyak yang bekerja kembali seperti layaknya orang normal,” kata Mei seraya menyebut bagi keluarga pasien yang tidak memiliki kartu Jamkesmas atau Jamkesda seluruh biaya pengobatannya akan dicarikan melalui bantuan penyandang dana. (mr.adesetiawan@gmail.com)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar