8 Apr 2013

Memberi Solusi dan Memotivasi Anak Difabel ala Harfa Pandeglang

ANAK dengan berkebutuhan khusus (ABK) atau ‘Different Ability’ (Difabel) merupakan kondisi seseorang yang keadaan fisik atau sistem biologisnya berbeda dengan orang lain pada umumnya. Banyak hal penyebab difabel terjadi, mulai difabel sejak kelahiran hingga mengalami peristiwa kecelakaan atau bencana.
Seperti yang dialami sejumlah anak warga di sejumlah kecamatan di Kabupaten Pandeglang, Khaerudin misalnya, ia mengalami  difabel ‘down syndrome’ (keterbelakangan mental red) sejak lahir. Kondisi serupa dialami Amelia yang tak memiliki jari tangan saat dilahirkan.
Namun bagi anak difabel lainnya seperti kelumpuhan yang dialami kaki Royati, diakui pihak keluarga  diakibatkan karena penyakit polio yang diderita anaknya waktu kecil. Begitupun nasib Eneng Kurniasih, difabel yang kaki kiri kirinya diamputasi 'gara-gara' digigit ular tanah, ketika itu ia masih duduk di sekolah dasar.
Masih beruntung bagi keluarga difabel tersebut, melalui program ESP Yayasan Harfa Pandeglang sejak tahun lalu, mereka telah dibimbing untuk bisa merawat dan memberikan perlakuan yang ‘Istimewa’  bagi anggota keluarga yang menyandang difabel.
Bagi para keluarga yang memiliki anak difabel, upaya yang telah dilakukan Harfa seperti memberikan pelatihan bagi keluarga difabel sangat membantu, terutama sebagai bekal bagi keluarga dalam praktik keterampilan perawatan kesehatan di rumah, pemulihan dan cara memberi perlakuan terhadap difabel.
Hal itu disampaikan Kamah salah seorang ibu dari keluarga difabel asal Kampung Cibodas Desa Sumurlaban Kecamatan Angsana yang mengaku lebih termotivasi dalam merawat dan mendidik anaknya, sehingga tumbuh rasa percaya diri, walaupun awalnya merasa ‘minder’ dengan memiliki anak atau keluarga yang difabel.  “Sebelum mengikuti acara ini, saya merasa tidak percaya diri, malu punya anak difabel dan merasa  yang paling menderita, tapi setelah mengikuti  acara ini, ternyata ada orang yang lebih dari anak saya kekurangannya.” tutur Kamah disela-sela pelatihan bagi keluarga difabel di Cottage Villa Carita Asri, Pandeglang, Minggu (31/3) akhir pekan kemarin.
Sementara itu, Direktur Harfa Yudi Hermawan didampingi Koordinator lapangan (Korlap) Divisi Environmental Services Program (ESP) Harfa Pandeglang  Ii Irfan mengatakan kegiatan pelatihan bagi keluarga difabel diikuti 40 keluarga asal tiga kecamatan yakni Angsana, Sukaresmi dan Saketi. “Pelatihan ini untuk yang kedua kali diikuti peserta keluarga difabel yang sama. Tujuannya  meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga (orang terdekat red) dalam mendidik dan memotivasi anak difabel,” kata Yudi.
Korlap ESP Harfa Pandeglang Ii Irfan menambahkan, pelatihan difabel difasilitasi praktisi kedokteran RSUD Berkah Dr. H. Achmad  Chubaesi Yusuf, Sp.KFR yang dalam beberapa kesempatan juga sering mengunjungi anak-anak difabel untuk mendapatkan pelayanan rehabilitasi medik langsung di rumah ABK.
Dalam kesempatan tersebut jelas Irfan, Harfa secara resmi mensosialisasikan penggunaan kata ‘difabel’ yang berarti orang istimewa atau berkebutuhan khusus menggantikan penyebutan istilah kata ‘cacat’ yang sebelumnya digunakan.
Dia mengungkapkan, penyebutan ABK berkembang ditengah-tengah masyarakat dengan berbagai istilah kata seperti dungu, gangguan fisik, lumpuh otak, gangguan emosional, ketidakmampuan mental, gangguan pendengaran, gangguan pengllihatan, ketidakmampuan belajar, autistik, maupun keterlambatan perkembangan. “Semua keterbatasan itu adalah difabel,” tandas Irfan.
Fasilitator pelatihan keluarga difabel  Dr. H. Achmad  Chubaesi Yusuf, Sp.KFR, menuturkan, orang dengan berkebutuhan khusus itu bukan aib atau produk gagal. “Karena sekali lagi Tuhan pernah menciptakan hamba-Nya dengan sia-sia,” imbuhnya.
Dalam pelatihan tersebut, sang dokter spesialis rehabilitasi medik RSUD Berkah Pandeglang itu, dengan cermat mengidentifikasi beberapa difabel dengan masalah, sekaligus memberikan solusi secara psikis dan psikologis yang bisa dilakukan keluarga. “Cara ini untuk memotivasi keluarga difabel untuk bisa membimbing dan mengaplikasikan ilmu selama pelatihan di rumahnya masing-masing,” kata dr. Ubes panggilan sehari-harinya.
Dia mencontohkan, bagi difabel  Khaerudin (14 tahun) yang menderita down syndrome dan sering mengeluarkan air liur, disarankan kepada  ibunya  untuk mengatasi kekurangan anaknya yaitu dengan memijat secara melingkar kebawah secara rutin setiap hari. “Selain itu Khaerudin diupayakan sering mengunyah permen karet untuk melatih berbicara,” tandasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar