7 Mei 2012

Inilah Program Pengendalian Kanker di Indonesia ( bagian-I)


KANKER merupakan salah satu penyakit penyebab kematian yang mendapatkan perhatian serius dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Beberapa program pengendalian pun telah disusun dan diterapkan sejak lima tahun yang lalu.
"Program pengendalian kanker secara terorganisir sudah dilakukan sejak sekitar lima tahun terakhir di Indonesia, sejalan dengan dibentuk dan aktifnya Direktorat Pengedalian Penyakit Tidak Menular di DitJen P2PL. Di pihak lain, pengendalian penyakit menular sudah jauh lebih lama banyak dikerjakan luas sejak Indonesia merdeka," tutur Prof dr Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI dalam rilis yang diterima Okezone, Jumat (4/5/2012).
Beban ekonomi pengobatan kanker tidak hanya berdampak terhadap sistem kesehatan, tetapi juga untuk individu dan rumah tangga mereka yang terkena kanker. Dampak ini akan dirasakan paling kuat di kelompok sosioekonomi rendah, khususnya (meskipun tidak secara eksklusif) di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di mana jaring pengaman sosial, seperti asuransi kesehatan universal kurang tersedia. Sebagai konsekuensinya, kanker bisa menjadi penyebab utama kemiskinan.
Mengingat pasien kanker membutuhkan perawatan jangka panjang, maka dibutuhkan tambahan beban ekonomi tersendiri bagi diri pasien dan keluarga. Oleh karenanya, diperlukan upaya pengendalian dari adanya penyakit ini.
Berikut lima kegiatan pengendalian kanker yang telah disusun dan dilaksanakan di Indonesia yang dipaparkan Tjandra.
1) Program Promotif dan Pencegahan
Penyebab utama kanker adalah penerapan gaya hidup yang tak sehat. Maka, promotif dan pencegahan merupakan salah satu program penting sebagai upaya pengendalian kanker.
"Kementerian Kesehatan telah memperkuat sosialisasi pengendalian kanker di berbagai daerah. Pedoman pengendalian faktor risiko kanker telah disusun untuk petugas kesehatan, kader, anak usia sekolah, dan masyarakat yang berisiko tinggi," jelas Tjandra.
Program promotif dan pencegahan dilaksanakan Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan lintas program, lintas sektor, organisasi pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Konten program promotif dan pencegahan yang telah dilaksanakan meliputi Kampanye Nasional Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan advokasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
"Upaya pengendalian merokok, peningkatan aktivitas fisik, dan peningkatan konsumsi sayur buah telah terintegrasi dalam program PHBS," jelas Tjandra.
Selain kampanye PHBS, program lainnya adalah advokasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). KTR telah dilakukan Kementerian Kesehatan kepada Pemerintah Daerah. Setiap daerah diharapkan mempunyai kebijakan KTR pada fasilitas pelayanan kesehatan, sekolah, tempat bermain anak, dan tempat ibadah.
"Pada saat ini, sebanyak 43 Kabupaten/Kota di 21 provinsi telah mempunyai peraturan penerapan KTR di daerah masing-masing," katanya.
2) Program Deteksi dan Tindak Lanjut Dini
Program deteksi dini dilaksanakan untuk beberapa kanker yang dapat dideteksi secara dini, seperti kanker leher rahim, kanker payudara, kanker kolorektal, kanker orofaring, dan retinoblastoma.
Beberapa jenis kanker yang telah diadakan program deteksi dini oleh pemerintah adalah kanker payudara dan kanker leher rahim. Deteksi dini dan skrining kanker leher rahim dilakukan dengan metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dan jika ditemukan IVA positif, maka dilakukan krioterapi dengan metode kunjungan tunggal.
Pertimbangan menggunakan metode IVA didasarkan pada efisiensi, efektivitas, dan fisibilitas dalam pelaksanaan skrining kanker leher rahim di seluruh pelosok Tanah Air, yang umumnya belum terjangkau fasilitas pemeriksaan patologi anatomi. Pada daerah perkotaan yang mempunyai atau dekat dengan fasilitas pemeriksaan patologi anatomi, sebagian masyarakat melakukan deteksi dini kanker leher rahim dengan pemeriksaan pap smear.
Deteksi dini kanker payudara menggunakan metode pemeriksaan klinis payudara oleh petugas terlatih/Clinical Breast Examination (CBE) dan SADARI. Kegiatan ini dilaksanakan di puskesmas, praktik dokter, bidan swasta, dan rumah sakit. Provider kegiatan ini adalah dokter umum dan bidan. Mammografi digunakan untuk pemeriksaan lanjutan kanker payudara pada fasilaitas kesehatan lebih tinggi (rumah sakit).
"Program deteksi dan tindak lanjut dini kanker payudara dan kanker leher rahim telah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan melalui kerja sama dengan berbagai profesi dan pihak lainnya. Program deteksi dini kanker dapat dikembangkan berdasarkan prevalensi kanker di masing-masing daerah dan ketersediaan sumber daya," lanjut Tjandra.
Program deteksi dini kanker telah dicanangkan oleh Ibu Negara Indonesia sebagai program nasional pada 21 April 2008. Sampai 2011, program telah dikembangkan di 310 Puskesmas pada 84 kabupaten/kota di 17 provinsi, yaitu provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta, Bali, Kaimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimanatan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Lampung, dan Banten.
"Program deteksi dini kanker dapat dikembangkan berdasarkan prevalensi kanker di masing-masing daerah dan ketersediaan sumber daya. Selain deteksi dini, buku saku untuk masyarakat untuk dapat melakukan deteksi dini sendiri pun dibagikan,” tutupnya. (tty)

Sumber : OkeHealth.Com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar